Sekarang sedang ramai dibahas tentang linieritas (kelinieran) dalam pendidikan. Maksudnya begini. Seseorang yang mengambil S1 di bidang Teknik Elektro tidak disarankan (atau malah dilarang?) untuk mengambil S2 di bidang Biologi dan mengambil S3 di bidang Ekonomi. Begitu.
Mungkin contoh di atas agak ekstrim, tetapi ada banyak orang yang mengambil jalur seperti itu. Contohnya:
- S1 Elektro, S2 Management, S3 Hukum
- S1 Informatika, S2 Matematika, S3 Matematika
Mungkin linieritas ini diterapkan karena ada orang-orang yang meng-abuse kemudahan mendapatkan S2 di bidang tertentu yang bukan bidangnya tetapi relatif lebih “mudah” untuk mendapatkannya hanya untuk mendapatkan kenaikan pangkat. Sebagai contoh ada teknisi lab yang mengambil S1 ekonomi (atau sastra) agar dia dapat naik pangkat. [Catatan: “mudah” di sini jangan dianggap mengecilkan bidang ilmu tersebut.]
Hal lain yang menyebabkan penerapan linieritas ini adalah untuk memastikan mahasiswa memiliki dasar yang kuat dibidang itu agar dapat menyelesaikan studinya. Misalnya, seseorang yang S1 di bidang Ekonomi akan sulit menyelesaikan S2 di bidang Teknik Elektro. Begitu.
Masalahnya sekarang bidang ilmu itu sulit untuk dikotak-kotakkan. Bahkan inovasi sering terjadi karena adanya multi disiplin. Cross pollination. Jika kita membuat kotak-kotak atau sekat-sekat yang terlalu ketat, maka sulit bagi kita untuk menghasilkan inovasi.
Memang umumnya sebagaian besar akan cederung linier, tetapi membatasi – dengan menerapkan linieritas ini – membuat orang-orang hebat yang seharusnya dapat berkarya secara multidisiplin menjadi tidak mungkin terjadi.
Nah. Pusing? Saya pribadi cenderung untuk tidak menerapkan linieritas.
pendidikan saya ga linier, dan katanya bakal sulit kalau jadi dosen 😐
gara-gara S1 matematika dan S2-nya di STEI heuhue
Reblogged this on Rizqi Fahma on WordPress and commented:
Harus dibaca bagi yang berniat lanjut S2 ato S3
Dan karena tidak linier, maka banyak mahasiswa yang kesulitan mendapat beasiswa.
s1 math, s2 development studies, s3 innovation sciences, haha ngga tau bakal diterima kerja dimana
Kalau argumentasi linieritas demi kedalaman pemahaman sehingga bisa memperluas ilmu pengetahuan, sy nyumbang link http://en.wikipedia.org/wiki/Optogenetics.
Dari sana sy dapat nama-nama peneliti lalu Googling bio tentang Feng Zhang dan Ed Boyden.
Ini bagian cv-nya Ed Boyden:
Stanford University, Stanford, CA (1999-2005)
PhD candidate, Neurosciences
Thesis title: Task-specific neural mechanisms of memory encoding
Massachusetts Institute of Technology, Cambridge, MA (1995-99)
M.Eng. Electrical Engineering and Computer Science
B.S. Electrical Engineering and Computer Science
B.S. Physics
Thesis title: Quantum Computation: Theory and Implementation
Texas Academy of Mathematics and Science, University of North Texas, Denton, TX(1993-95)
Selain akan menciptakan para spesialis, linieritas memudahkan orang lain (manager/tim rekruitmen) mengidentifikasi kemampuan kita. Namun saya setuju kampus masih harus memperhatikan multi disiplin.
Kapan harus linier dan kapan boleh multidisiplin? Khususnya untuk orang yg susah fokus. #eh. Sementara itu, di industri kreatif lebih dibutuhkan orang spesialis dibanding generalis. Tapi kok Pak Budi menulis, “bahkan inovasi sering terjadi karena adanya multi disiplin”?
bukan cuma mencari pekerjaan saja yg sekarang dipaksa linier, saya dengar utk menjadi guru besar sekarang minimal S2 – S3nya juga harus linier. saya setuju kita seharusnya g terjebak dalam linieritas karena ilmu yg kita miliki sebenernya berasal dari multidisiplin
yuk teman2 main yuk di situs poker online aman dan terpercaya http://www.royalflush99.com asik lo main poker online