Sebetulnya saya tidak suka menulis blog dengan topik yang sedang ngetrend. Harus topik yang lain. Namun kali ini saya terpaksa menulis sesuatu yang sedang ngetrend. Ini tentang pencalonan Gubernur Jawa Barat.
Kalau dilihat dari daftar calon, ternyata kebanyakan adalah artis. Tanpa bermaksud mengecilkan para artis ini, saya hanya bertanya-tanya mengapa demikian? Apakah mereka tidak punya pekerjaan lain? Saya pikir tadinya passion mereka adalah di seni. Secara mereka sebagai aktor / aktris begitu. Apakah pekerjaan mereka sebelumnya itu hanya dolanan? Mengapa mereka tidak menekuni hal itu sampai akhir hayatnya?
Cara para artis ini menjadi calon bagi partai politik itu juga menurut saya mengecilkan peran kader-kader parpol yang sudah membina karir mereka di sana. Bahkan bisa jadi politik memang passion dari para kader ini. Setidaknya, para kader ini lebih lama menimba ilmu politiknya. Tiba-tiba mereka terdepak begitu saja? Demi partai, demikian mungkin alasannya? Saya yakin banyak yang sakit hati.
Mungkin memang Indonesia kita ini adalah Republik Sinetron. Hanya itu alasan logis yang dapat saya terima.
tapi kalau orangnya bagus jangan ditolak. hehe
itulah indonesia. para (poli)tikus ini begitu ketakutan nggak dikenal pemilihnya sehingga menggaet artis..
karena rating adalah segalanya -__-
republik sinetron. setuju!!! terlalu banyak retorika di negeri ini pak -__-
Pak Budi,
Sebab para artis sdh mempunyai fan based.
Seperti bisnis yang telah mempunyai customer based.
Jadi lbh gampang dijalankan.. Hehe..
Salam,
Hotelpadi.com (rajanya tarif hotel murah)
pun ahmad albar telah dari dulu mengatakan bahwa dunia ini “panggung sandiwara” …..
Dari negeri auto pilot sampai daerah otonomi sinetron di Indonesia ada 😛
biasanya buah karbitan tidak sepadan dengan yang masak di pohon, pasti ada side effectnya -__-
Memang negeri ini aneh, pemimpin nya aneh,rakyat nya aneh,yang terlibat aneh, yang menonton pun aneh…mungkin kita juga termasuk aneh…. ^_^.V (aneh tapi nyata….jadi inget nama acara tv di TVRI pas kecil dulu) [politik memang kejam]
Setuju Pak Budi, Republik Sinetron Indonesia 😀
semua hal itu ada keterkaitan dan selalu ujung2nya uang.
utk artis berpolitik akan nambah duit -> media massa akan membesar2kan dan korannya akan laris manis sehingga nambah omzet alias duit. -> komentator akan semakin laris karena bahan komentar akan semakin bertambah sehingga duitnya juga nambah -> yang nonton acara (ya kita-kita ini) tentu akan terpengaruh media tapi sayang duitnya ga nambah, hahaha…
Kalau di Indonesia, trennya mungkin artis masuk ke dunia politik.
Kalau di Brazil atau negara maju sepakbola lainnya, trennya mantan pemain sepak bola yang masuk ke ranah politik. 😀
Teman saya pernah berkata, para pemimpin di negeri ini adalah para seniman, Bung Karno adalah seniman yang menyukai arsitektur bangunan dan monumen2, Gusdur penyuka seni wayang kulit, Pak SBY presiden RI saat ini suka menyanyi, bahkan sudah membuat album sendiri Pak…, mungkin itulah saat ini jadi terbalik posisinya artis jadi politisi untuk ikut memimpin di daerah. Atau memang benar pendapat Bapak, negara ini adalah Republik Sinetron…, segalanya bisa diskenariokan dan disutradarai…, hehe…
kayaknya bakalan seru tuh kalau pemilihan gubernur dibuat sinetronnya…
Itu sama aja dengan mempertanyakan dosen/peneliti yang sukanya main band atau main futsal. Bukannya passion-nya adalah di penelitian? Harusnya meneliti kok malah ngeloyor futsal?
Hmmm mungkin bukan perbandingan yang apple-to-apple. Tapi ya mungkin saja orang punya “second passion”, “third passion”, misi pribadi, atau apapun itulah….
Tapi intinya: fenomena2 tersebut sah2 saja selama gak ada yang melarang. Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang, kata Warkop 😀
Jelas ada bedanya dong karena saya melakukan hal yang lain (ngeband atau futsal) bukan dengan kapasitas profesional tetapi sebagai hobby / amatir. Baru aneh kalau saya tiba-tiba menjadi pemain Persib atau menjadi artis sungguhan (dalam artian profesi yang berbayar, sebagai mata pencaharian). Terlihat perbedaannya? 🙂
Suatu saat saya diminta untuk mengulas tentang pertandingan sepak bola. Saya ketawa saja. Ini dagelan apa? Apa kompetensi saya untuk mengulasi selain sebagai penggemar doang? he he he… Ya kalau untuk dagelan oke sajalah.
Kira-kira sama. Kalau memang kepemimpinan negara hanya untuk dagelan semata, ya monggo. Rekiblik Dagelan 🙂 … Presidennya udah ada toh? wk wk wk
Hehehe, tadi perbandingan saya di atas dilihat dari sisi “passion”. Kalo dilihat dari kacamata profesionalisme ya perbandingannya jadi gak apple-to-apple. Jadi apple-to-samsung…
Tapi sebenarnya pak Budi bisa kok jadi artis. Itu dokter gigi bisa tuh jadi artis (drg. Fadli)… Yang mana yang pekerjaan profesional saya ga tau juga hehe…
Bicara tentang kepemimpinan negara… Ronald Reagan yang aktor pernah jadi presiden, gak pake dagelan sih sayangnya, xixixi… Yang membedakan memang kompetensi. Di negara saya, kompetensi melawak memang harus ada. Jadi pelawak adalah fast track buat jadi presiden di sini. Kalo di Indonesia mungkin harus jadi pencipta lagu dulu kali ya… wkwkwk
Iya memang aspek “kompetensi” harus juga dibahas. Bahwa “mau” saja belum cukup. Harus ada “mampu” 🙂 Tapi ini bahasan lain kali saja ya
Semoga para pemimpin di negri ini bisa lebih peka terhadap rakyat, bisa lebih mengayomi jadi tuntunan. siapapun pemimpinnya mudah mudahan negri ini bisa lebih maju..
menulis dengan topik yang mainstream terbukti banyak responnya kan pak? hehehe belum lagi traffic visitornya.. 🙂
saya takut memilih pemimpin dari seorang artis sinetron karena saya tidak akan pernah tahu kapan saya harus mempercayai mereka.
http://ebookbusiness.bukumerah.com
buat sya arti juga oke asalkan dia beneran punya latar blakang pendidikan yg jelas dan minimal sarjana aja, trus jngn sampe pola hidup artisnya dibawa bawa, hidup jetset gitu