Dalam sebuah talk show, ada pertanyaan dari pendengar. Inti dari pertanyaan tersebut adalah ini:
Kapan sebuah startup bisa dikatakan gagal?
Ini pertanyaan yang tidak mudah jawabannya. (Memangnya ada pertanyaan tentang statup yang mudah dijawab?)
Pertama, memang salah satu ciri dari entrepreneur yang membuat atau menjalankan startup adalah keras kepala. Tetap menjalankan startupnya itu meskipun banyak orang lain yang menyatakan tidak. Bahkan sudah tidak punya apa-apa pun masih tetap nekat. Ada semacam kegilaan dalam hal kenekatannya. Jadi kapan dia harus berhenti?
Tidak ada jawaban pamungkas yang cocok untuk setiap orang, tetapi saya coba berikan beberapa kondisi yang membuat saya berhenti menjalankan usaha tersebut. Usaha dinyatakan gagal.
- Sudah bosan. Ketika semua pendiri (founder) sudah bosan menjalankan startup itu, maka itu adalah saatnya untuk berhenti. Ada juga ya yang bosan? Ada. Bayangkan semuanya sudah tidak tertarik lagi. Untuk apa diteruskan? Berhenti. Dinyatakan gagal saja.
- Ketika sumberdaya (uang, orang, dan seterusnya) sudah habis. Ludes. Lah mau diteruskan bagaimana lagi? Hutang? Tidak. Saya termasuk jenis entrepreneur yang tidak suka berhutang. Segala hal yang saya mulai adalah hasil kerjasama. Sama-sama sukses atau sama-sama menderita. Jadi ketika sudah tidak ada apa-apa lagi, ya terpaksa berhenti. Mungkin suatu saat diteruskan lagi ketika sumber daya sudah tersedia lagi. Untuk sementara ini, gagal.
- Ketika sesama pendiri berkelahi. Iya. Ada kejadian seperti ini. Saya mengalami. Dugaan saya, banyak juga yang mengalami kasus seperti ini. Ketika pendiri sudah saling berkelahi atau saling tidak bicara satu sama lainnya, maka itu adalah saatnya untuk berhenti. Gagal.
Itu adalah kondisi-kondisi yang dapat dikatakan startup kita gagal. Mungkin ada kondisi-kondisi lainnya, tetapi itu adalah kondisi yang saya alami.
Oh ya, gagal bukan berarti harus berhenti. Kata orang, kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Nah. Jadi gagal bukan hal yang memalukan. Kalau jahat, curang, licik, menipu, tidak punya integritas, dan sejenisnya adalah hal yang memalukan. Mari semangat mengembangkan startup kita.
mantab pak. kalau tak yang “gila” maka gak ada startup yang jadi raksasa e-commerce.
Poin terakhir juga pernah saya alami dalam bidang usaha lain.. Ketika para pendiri usaha yang patungan udah cekcok, maka itu pertanda usaha mulai berakhir..
keywordsnya: harus keras kepala yaaa…
Pernah mengalami poin ketiga ketika mencoba bisnis bareng teman. Dan ending nya memang bubar jalan. 😁
nomor 3, klo sdah bicara uang.. persahabatan bisa goyah
Inti dari pembahasan tentang poin tiga, berarti mungkin memang lebih baik suatu start-up dijalankan bersama keluarga ya, agar susah senang dirasakan bersama.
Kalau dengan teman kan beda. Bisa jadi teman yang satu sedang senang namun yang lainnya sedang susah. Beda keluarga beda chemistrynya.
Mungkin itu sebabnya banyak perusahaan swasta yang merupakan perusahaan keluarga.
Tetapi bukankah kita harus mencoba untuk percaya dengan teman
sebetulnya malah ada yang bilang jangan buat usaha dengan keluarga, karena kalau berantakan apakah keluarganya juga ikut jadi berantakan? sudah di perusahaan saling marah-marahan, dibawa pula ke rumah. hi hi hi.