Bubur Ayam

Bubur ayam adalah makanan yang dapat memberikan ketenangan di perut tetapi juga dapat mengakibatkan perang dunia ke-7. Kok bisa?

Bubur berasal dari beras yang dimasak sehingga menjadi lembut. Berbeda dengan nasi yang masih harus dikunyah, bubur bisa langsung ditelan jika memang terpaksa. Ini sangat membantu ketika kita sedang sakit yang biasanya malas makan atau sulit untuk mengunyah makanan. Itulah sebabnya bubur sering digunakan untuk makanan utama bagi orang yang sakit.

Adanya rasa ayam membuat bubur tidak menjadi hambar. Plain. Rasa ayam ini memang berasal dari suwiran daging ayam yang kadang ditambah dengan ati ampela dan kaldu ayam. Untuk tambahan ati ampela dan kaldu ayam ini ada yang suka dan ada yang tidak suka. Yang komplit biasanya ditambahkan dengan potongan telur rebus. Singkatnya bubur ayam merupakan makanan pilihan saya ketika sedang sakit perut atau sedang sakit.

Soal perang dunia ke-7. Itu hanya lawakan saja, tetapi bisa terjadi. Pasalnya bubur ayam ini ternyata memiliki dua “madzhab” atau aliran besar, yaitu diaduk (maksudnya semua “condiment” diaduk menjadi satu) atau tidak diaduk. Ternyata ini sangat berkesan pada banyak orang sehingga jangan coba-coba membujuk seseorang dari satu aliran untuk pindah ke aliran lainnya. Saya sendiri termasuk aliran tidak diaduk, tetapi tidak terlalu fanatik. Bagaimana dengan Anda? Kita tidak perlu sependapat kan?

“Good morning,” says a morning person

“Selamat pagi”.

Ini betulan saya ucapkan dengan tulus dan betulan di pagi hari. Saya adalah orang yang disebut “morning person“. Maksudnya adalah orang yang senang bangun pagi hari. Jadi, biarpun saya tidur sangat larut malam – misalnya pukul 12 malam atau bahkan pukul 2 pagi – maka saya tetap bangun pagi. Tentu saja saya bangun pagi untuk shalat Subuh. It goes without saying. Itu sih sudah keharusan, tetapi bangun pagi bukan sebuah keharusan tapi sebuah kebutuhan. Kenikmatan. Setelah shalat Subuh biasanya saya tidur lagi kecuali kalau ada kuliah pagi hari (misal pukul 7 pagi sehingga saya harus berangkat dari rumah sekitar pukul 6 pagi). Tidur sebentar karena ingin tetap bangun pagi.

Ada yang saya cari ketika bangun pagi. Sarapan! Great breakfast. Kalau nginep di hotel, saya cari yang sarapannya enak. Kesukaan saya adalah telur, sosis, (hash brown atau kentang), dan beef bacon. Jangan yang bacon beneran. Itu sih haram. Ha ha ha. Kalau pergi ke restoran juga itu yang saya cari. Kalau di rumah, bisa hanya sekedar roti satu tangkep. Dan yang paling penting adalah great coffee. Kopi yang super enak!!! Saya sangat bersyukur hidup di Indonesia yang sangat banyak jenis kopi yang enak-enak. Alhamdulillah. Sangat bersyukur.

Pagi hari juga kepala kita masih bening. Masih cerah. Belum ada beban kehidupan. Ha ha ha. Siang sedikit mulai muncul kepusingan yang harus kita hadapi semua. Maka pagi hari adalah waktunya saya membuat daftar apa yang akan saya kerjakan, to do list. Tentu saja to-do list saya ini tidak saya kerjakan. Ha ha ha. Hanya membuatnya saja sudah membuat saya senang. Bahagia banget sudah menyelesaikan membuat to-do list. ha ha ha. Ingat, membuat lho. Bukan melaksanakan. Ha ha ha.

Menjadi “morning person” adalah sebuah pilihan. Pola hidup. Life style. Tidak untuk setiap orang. Anda tentunya harus mencari pola yang paling cocok untuk Anda. Yang paling menyenangkan untuk Anda. Tetapi saya bisa katakan bahwa Anda akan kehilangan banyak hal yang menyenangkan jika Anda melewati pagi hari.

“Selamat pagi”.

(Versi YouTube ada di sini.)

Review Kopi

Setiap minggu saya menerima kopi dari berbagai sumber. Kopinya enak-enak semua. Jangan-jangan saya tidak bisa membedakan kopi enak yang tidak enak. Ha ha ha. Saya ingin membuat review kopi-kopi ini tapi selalu tidak sempat. Ini saya paksakan untuk membuat reviewnya.

Kopitikami

Ini kopi datang dari Indra, yang berada di satu perusahaan dengan saya. Jadi agak “gak netral” juga. Ada conflict of interest. Ha ha ha. Tapi saya buat senetral mungkin.

DSC_7156 koptitikami_0001

Ini adalah kopi dari daerah Jawa Barat. Biasanya saya agak kurang cocok dengan kopi dari daerah Jawa Barat karena agak fruity, tapi entah kenapa yang ini tidak terlalu fruity. Jadi enak bagi saya.

Salah satu cara untuk membuat reviewnya netral adalah kopi ini saya bagikan ke tempat lain. Salah satunya adalah saya bawa ke sebuah kedai kopi di Bandung. Saya berikan ke baristanya. Pada pertemuan berikutnya, sang barista mengatakan kopinya ini enak. (Sebelumnya saya bawa kopi dari Afrika dan dia bilang kopi yang itu sudah agak kelamaan.)

Kopi Padang

Kalau kopi dari Padang, biasanya saya tahunya Kopi Solok. Saya belum banyak ngopi Solok. Perasaan saya terakhir kali minum kopi Solok kurang berkesan karena agak gosong. Ini ada kiriman dari (kelompok petani?) Padang yang mengirimkan kopi.

DSC_6977 kopi padang_0001

Kopi yang dikirim ini ternyata rasanya beda. Bedanya dia agak sedikit fruity. Lho kok karakternya seperti kopi dari Jawa Barat. Tidak ada rasa gosong,. Jadi kopi ini lebih enak dari kopi Solok yang pernah saya coba. Apalgi bagi yang senang kopi dari Jawa Barat, kopi yang ini pasti cocok.

Kesimpulan saat ini, kopi-kopi ini enak. Silahkan dipesan.

Selain kopi-kopi ini masih ada kopi-kopi yang lain lagi. Nanti akan saya bahas secara berkala ya.

Kopi (Lagi)

Kalau dibilang saya adalah penggemar kopi, maka itu adalah sebuah understatement. hi hi hi. Saya gila kopi. Nah itu mungkin yang benar. Sudah senang kopi dan kebetulan banyak yang memberitahu kopi-kopi yang enak. Jadi kopi yang saya coba macam-macam. Kebetulan lagi, Bandung ini surganya kopi. Mau kopi apa saja, ada. Alhamdulillah.

Katanya “no picture = hoax“. Maka berikut ini saya tampilkan beberapa foto kopi yang saya cicipi. Yang terakhir-terakhir saja ya. Soalnya kalau saya tampilkan semua, bakalan puluhan foto.

DSC_3736_0001 DSC_3734 kpi_0001

DSC_3398 kopi_0001 DSC_3389_0001

Dan masih banyak lainnya. Percayalah, banyaaakkk. Itu adalah kopi-kopi yang terbaru saja.

Minggu lalu ada acara “Ngopi Saraosnya” di Gedung Sate, Bandung. Ada lebih dari 70 tempat kopi di sana. Semuanya adalah kopi yang berasal dari daerah Jawa Barat. Saya datang dan kalap belanja. Foto di bawah ini adalah hasil belanja di sana.

DSC_3728 kopi_0001

Pas di sana juga saya lihat penyeduhan kopi. Ini saya ambil videonya. Ini dari stand kopi WHD. Tadinya saya kira apa itu singkatan WHD. Ternyata itu dari nama pemiliknya, pak WaHiD. Ya ampun. Ha ha ha. Dalam video ini dapat dilihat kawannya pak Wahid sedang membuatkan kopi. Kemudian kopi ini juga “dikocok” dengan  bongkahan es. Hasilnya kopi dingin yang luar biasa enaknya. Apa lagi itu pas siang hari.

Saya termasuk yang tidak pandai membuat kopi. Hanya bisa minum kopinya saja. Penikmat kopi tulen. Bukan pembuat. ha ha ha.

Selamat menikmati kopi.

Kopi

Banyak yang mungkin belum percaya kalau saya ini penggemar kopi. Maklum, di blog ini saya jarang menuliskan soal kopi. Dahulu saya ragu untuk menulis tentang kopi karena saya tidak tahu apa yang akan saya tuliskan. (Padahal untuk topik lain juga kondisinya sama. ha!) Tapi akhirnya saya putuskan untuk menuliskan tentang kopi juga.

Di Facebook, saya sering menampilkan foto-foto tentang kopi. Jadinya banyak orang yang tahu saya suka kopi. Akibatnya, saya sering mendapatkan kopi. Pokoknya bervariasilah kopi yang saya terima. Berikut ini beberapa contoh foto kopi yang baru-baru ini saya terima.

DSC_0008 kopi_0001
Kopi RukunRakun

DSC_9119 kopi_0001//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Selamat menikmati kopi.

Kopi

Kopi Minggu pagi ini, sambil ngoprek IoT untuk presiapan presentasi nanti siang. Sayangnya eksperimen gagal (belum bisa jalan). Tidak apa-apa. Yang penting dapat menikmati kopi dulu.

DSC_8319 kopi_0001 Menambah koleksi kopi. Yang ini dari Ethiopia, kiriman dari Martin Crow. Thanks Martin.

DSC_6722 coffee_0001

Ini kopi dari Jawa Barat dan video (tentang kopi tentunya).

DSC_8264 kopi_0001

Indonesia memang surga kopi.

Kopi Pagi Ini

Pagi ini dibuka dengan kopi “baru” lagi. Maksudnya baru ini adalah bungkusannya yang baru, karena saya baru mendapatkan ini. Kopinya adalah Toraja. Ada dua bungkus yang saya dapatkan. Yang satu adalah Arabica, satunya Robusta. Saya bukan yang Arabica dahulu karena saya lebih suka yang Arabica.

DSC_6698 kopi_0001 Mari kita coba. Rasanya tentu saja “nendang” karena saya buat hitam pekat saja. Tanpa apa-apa.

DSC_6699 kopi_0001

Kopi sudah tersedia. Sekarang mau ngapain ya? Ngeblog sudah. Baca buku? Koding? Ngoprek IoT? Atau duduk-duduk di luar saja mumpung cuaca sangat indah di Minggu pagi ini.

DSC_6701 book_0001//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Ini buku soal hacking. hi hi hi. Baca lagi ah …

Kopi Tanpa Gula

Minum kopi itu nikmatnya tanpa gula. Kopi hitam. Gitu saja. Ah, yang bener? Iya, serius.

Banyak yang tidak percaya bahwa ngopi itu enaknya kopi hitam biasa saja. Saya dahulu termasuk yang tidak percaya. Kalau ngopi, ya harus disertai dengan gula (meskipun tidak banyak). Pada suatu saat saya berniat untuk mencoba kopi tanpa gula. Setelah beberapa waktu (rasanya kurang dari 6 bulan) mengurangi kadar gula, akhirnya saya ngopi tanpa gula. Sudah bertahun-tahun seperti itu.

Ngopi tanpa gula juga lebih sehat karena kalau kebanyakan ngopi pakai gula, yang bikin masalah itu malah gulanya. Apalagi untuk orang-orang yang sudah berusia. (Maksudnya yang sudah tua. he he he.) Jadi tidak ada salahnya untuk belajar ngopi tanpa gula.

DSC_6595 kopi_0001
Kopi sore ini; Arabica – Kerinci

Mari … ngopi tanpa gula.

Kopi

Entah sejak kapan saya jadi makin “serius” dalam hal ngopi. (Definisi “serius” di sini  perlu dipertanyakan.) Maksudnya saya jadi banyak ngopi dengan kopi yang enak-enak. Begitu. hi hi hi. (Sebetulnya soal sejak kapannya mungkin dapat dilihat dari tulisan di blog ini atau di linimasa facebook saya ya? Jadi saya menyukai kopi bukan baru kemarin sore. Bukan karena sedang nge-trend saja lho.)

Singkat kata, saya penggemar kopi.

Saya dapat menikmati kopi yang enak dan yang tidak enak, tetapi kalau ditanya enaknya dimana atau bagaimana, saya tidak dapat menjawab. ha ha ha. Ilmu tentang kopi saya masih terbatas (meskipun mungkin sudah di atas rata-rata?).

Kopi saya kebanyakan single origin dan Arabika. Kopi-kopi dari Indonesia yang saya sukai. Ini hanya masalah selera saja, meskipun banyak orang yang mencoba membahas ini dari segi yang lebih ilmiah. Bagi saya itu lebih enak saja. Namun ini tidak membatasi saya mencoba kopi-kopi yang lain.

Akibat sering ngopi yang asyik-asyik ini saya jadi tahu tempat-tempat ngopi yang asyik. Ada tempat yang wah dan ada yang sekedar melipir di pinggir jalan (pakai mobil, misalnya). Ada yang harganya mahal dan ada yang harganya hanya belasan ribu rupiah saja. Mereka tetap saja enak. ha ha ha. (Di kamus saya hanya ada dua jenis; “enak” dan “enak sekali”. Ha ha ha.)

Efek sampingan laginya, saya sering mendapat kiriman kopi-kopi yang asyik-asyik. Selalu saja ada kopi yang asyik dan enak. Kemarin dapat kopi ini; Flores Bajawa. Ya tentu saja enak. hi hi hi. Kebetulan saya memang sedang suka kopi Flores ini.

DSC_6585 kopi_0001

Mungkin sudah saatnya saya membuat tulisan-tulisan (kolom tulisan) yang khusus tentang kopi ya? Atau setidaknya menampilkan foto-fotonya dulu. Itu juga sudah banyak sekali.

Selamat ngopi!

Ngopi di Bandung

Lagi-lagi ini tulisan tentang ngopi – minum kopi, bukan foto copy hi hi hi – di Bandung. Di setiap pojok kota Bandung dapat kita temui tempat-tempat untuk ngopi. Foto berikut ini merupakan salah satu contohnya; Box of Coffee, yang hanya berupa sebuah mobil box dan beberapa kursi untuk menikmati kopi. Ini letaknya di jalan Sulanjana (dekat ke Baltos).

P_20170410_164612 box of coffee 0001

Kopi dibuat secara manual oleh baristanya. Kebetulan yang ini juga open bar, artinya kalau kita mau menyeduh sendiri juga bisa. Saling bertukar ilmu. Sayangnya saya belum ahli dalam membuat kopi.

P_20170410_164502 0001

Harga kopi manual brew V60 hanya Rp. 18.000,- saja. Rasanya tentu saja umumnya lebih enak dibandingkan dengan kopi yang dijual di restoran-restoran atau hotel-hotel dengan harga berkali-kali lipat.

Oh ya, pada hari yang sama, saya juga beli kopi dari Subculture yang letaknya di depan hotel Holiday Inn di jalan Dago. Sama enaknya juga.

Bandung memang surganya kopi.

Melancong ke Kuala Lumpur

Beberapa hari terakhir ini saya memang tidak ngeblog. Alasannya adalah saya melancong ke Kuala Lumpur, Malaysia. Sekarang sih sudah di Indonesia lagi, tetapi kemarin-kemarin masih capek luar biasa dan juga langsung harus membereskan pekerjaan-pekerjaan yang terbengkalai. (Sebetulnya yang bikin capek berat itu perjalanan pulan dari Jakarta ke Bandung yang memakan waktu lebih dari 4 jam. Sampai di rumah menjelang pukul 2 pagi!)

Ke Malaysia sebetulnya adalah untuk seminar Cyber Intelligence Asia. Saya mewakili ID-CERT menceritakan tentang kondisi cyber security di Indonesia. Cerita tentang topik ini akan saya bahas di tulisan lain. (Mudah-mudahan tidak tersela oleh kegiatan lain ya. he he he.)

Dan tentu saja harus ada foto-foto makanan. ha ha ha. Sayang sekali tidak semua sempat saya foto. Keburu habis. ha ha ha.

P_20170314_143905 kari lamb_0001

Malaysia memang menarik makanannya. Berbeda rasanya dengan di Indonesia. Saya mencari makanan yang berjenis kari. Harga makanan di Malaysia relatif lebih murah dibandingkan dengan harga di Indonesia; maksudnya harga di Kuala Lumpur versus harga di Jakarta. (Kalau harga di kampung di Indonesia juga murah-murah.)

Sebagai contoh, umumnya makan di sana dapat RM 7 atau sekitar Rp. 21.000,-. Yang foto di atas kalau tidak salah RM 14 (atau sekitar Rp. 42.000,-). Tentu saja kalau di hotel ya jelas mahal. Kalau minuman – entah kenapa – dimana-mana juga mahal.

Cerita lainnya menyusul. Ini hanya sekedar untuk mengisi kehadiran di blog ini dahulu.

Foto Makanan

Tadi pas sarapan di hotel ini, saya lihat ada tiga meja yang memotret makanannya. ha ha ha. Jadi saya tidak malu-malu juga memotret makanan saya.

photo6217631620081493929

Saya akui, saya suka memotret makanan sejak jaman … kapan ya? Sudah lupa. Seingat saya sejak jaman selfie belum ada. Sejak jaman kamera handphone masih 2 Megapixels. (atau kelas VGA ya?) ha ha ha.

Koleksi foto makanan saya sudah lebih dari 1000 foto. Itu yang saya unggah. Yang di komputer saya lebih banyak lagi. Memotret makanan adalah hal yang paling gampang karena mereka tidak bergerak.

photo6215244786496022441

Kembali ke kerja. Eh, makan 🙂

Kopi

Kalau diperhatikan, foto-foto yang saya ambil kebanyakan terkait dengan makanan. Lebih spesifik lagi, ada banyak foto terkait dengan kopi. Ya begitulah. Kopi yang sering saya temui, sehingga foto-fotonya pun banyak kopi.

dsc_0794-kopi

Ada yang bertanya di media sosial; “bapak suka kopi ya?”. Mau saya jawab, tidak. ha ha ha.

Saya lupa sejak kapan saya menyukai kopi. Seingat saya, saya mulai rutin minum kopi ketika menyelesaikan S2 dan S3 saya di Kanada. Itu adalah masanya saya harus begadang untuk membaca makalah, membuat program, dan seterusnya. Maka kopi adalah teman yang baik. Tapi pada masa itu saya belum terlalu spesifik kepada kopi tertentu. Asal kopi, cukup. (Dan masa itu, kopi harus ditemani dengan gula. Sekarang kopi saya  hitam tidak pakai gula.)

Sekembalinya ke Bandung pun saya masih biasa-biasa saja dengan kopi. Kalau ada ya terima kasih. Kalau tidak ada, ya biasa saja. Biasanya minum kopi juga kalau pas ada acara, seminar misalnya. Selebihnya masih jarang juga membeli kopi. Tapi, masa itu juga kayaknya kopi belum setenar sekarang. Sekarang, kopi sudah menjadi life style. Keren kalau ngopi. Mungkin ini gara-gara Starbucks ya?

Saya sekarang menyukai kopi karena ternyata di Indonesia ini ada berbagai macam kopi lokal. Kebetulan juga saya sukanya kopi-kopi Indonesia. Sekarang kalau mau ngopi milih-milih. he he he. Jadi sok-sok-an begini. Bukan saya mau ngesok, tetapi ternyata perut saya sensitif terhadap kopi tertentu. Ada kopi-kopi – terutama sachet – yang bikin saya sakit perut. Ini bukan mengada-ada, tapi betulan. Maka dari itu sekarang saya terpaksa pilih-pilih kopi.

dsc_0766-kopi

Alhamdulillah, Bandung ini surganya kopi. Di setiap pojok jalan ada kedai kopi. Lagian kopi-kopi-nya enak banget. Kopi lokal! Setelah jalan-jalan ke sana sini, kopi hitam Indonesia ini memang paling mantap. Ini masalah selera sih, tapi saya bilang boleh diadu. (Kalau kopi yang menggunakan susu, flatwhite coffee di Australia lebih mantap! Mungkin ini masalah susunya.)

Mari ngopi dulu …