(belajar) Santun

Budaya sebuah bangsa itu berbeda. Ada kaum yang kalau bicara agak teriak-teriak, bahkan tangannya juga main ke depan muka kita. Ada yang kalau bicara langsung to-the-point. Ada yang harus membutuhkan “intro” yang panjang untuk menyampaikan maksudnya. Ada yang tidak boleh langsung. Harus muter-muter dulu. Cara menyampaikan yang salah, bisa ribut. ha ha ha. (Bayangkan itu yang biasa teriak-teriak diajak diskusi dengan orang yang biasa lemah lembut. Langsung dikira marah-marah. hi hi hi.)

Perlu diingatkan bahwa ketika kita ingin menyampaikan pesan, maka kita perlu melihat budaya penerima pesan tersebut. Salah cara menyampaikannya, maka pesanpun tidak sampai.

Budaya Indonesia itu penuh dengan kesantunan, berbeda dengan budaya “Barat” yang sering langsung kepada intinya. Sebagai contoh, ketika kita menawakan makan/minum kepada orang Indonesia biasanya tidak dijawab langsung dengan “ya”. Biasanya jawabannya adalah “tidak” dulu, meskipun yang bersangkutan lapar atau haus. Setelah beberapa kali ditanya, barulah dijawab “ya”. Sementara itu dalam budaya Barat, begitu sekali dijawab tidak, ya sudah. Tidak ditawari lagi.

Saya termasuk yang “tercemar” oleh budaya Barat. Ketika kembali ke Indonesia, saya membawa budaya Barat ini dalam berkomunikasi. Sebagai contoh, kalau ada seseorang (atasan, pejabat) yang salah, saya akan katakan terus terang “bapak salah!”. Hasilnya, banyak orang yang “terluka”. Padahal maksud saya baik, tetapi akibatnya malah jadi negatif. Sudah pesan tidak sampai, malah suasana tidak nyaman dan hubungan jadi retak. Untuk kasus yang saya jadikan contoh tadi, kalau di Indonesia, yang lebih tepat adalah “bapak kurang tepat” (bukan salah, ha ha ha). Atau, “bapak kurang optimal”. Halah.

Di sebagian komunitas, berbahasa kasar juga wajar. Misal di beberapa daerah dan komunitas tertentu di Amerika, penggunaan kata “f***” (the word) dalam berbicara mungkin dianggap biasa. Tapi coba pakai kata ini di lingkungan lain. Orang-orang bakalan melotot dan menganggap kita tidak sopan. Bukan orang sekolahan.

Di kalangan anak muda di Indonesia juga ada yang terbiasa menggunakan kata “anjing” (dan variasinya seperti “anjrit”, “anjis”, dan seterusnya) dalam berkomunikasi. Bagi mereka ini adalah hal yang lumrah. Coba kalau mereka jadi ketua RT dan memberi sambutan dengan kata-kata ini. Ha ha ha. Bakalan dilempari oleh warga. Lagi-lagi perlu diperhatikan budaya setempat.

Belajar untuk lebih santun merupakan salah satu alasan saya membuat blog ini. Saya harus bisa lebih santun dalam menyampaikan pesan. Begitu.

Sisi Positif Berita Positif (dahulu: sisi negatif berita negatif)

Kebanyakan orang – entah sengaja atau tidak sengaja – senang mengumbar berita negatif. Begitu ada berita negatif, langsung dibagi (share) di media sosialnya. Akibatnya, isi dunia media sosial adalah berita-berita negatif yang kemudian mengundang debat dan marah-marah. Negatif juga hasilnya.

Pertanyaan saya adalah “apa manfaatnya mengumbar berita negatif tersebut”?

Apakah dengan mengumbar berita negatif tersebut kemudian mengubah keadaan menjadi lebih baik (positif)? Apakah kemudian orang-orang menjadi lebih baik? Apakah kemudian orang menjadi lebih bahagia? Bukankah orang kemudian menjadi ikut kesal, naik pitam, tekanan darah naik? Dan masih banyak pertanyaan lainnya.

Sudahi berbagi berita negatif. Lebih baik berbagi berita positif saja. Oleh sebab itu, misi dari tulisan-tulisan di blog ini adalah menyebar berita positif. + + + Mari kita buat dan sebar tulisan yang membuat orang-orang tersenyum, tertawa, dan bahagia.

Eh, tapi tulisan ini termasuk yang positif atau negatif ya? hi hi hi. Positif lah. Maunya sih begitu. Habis nulis ini saya jadi semangat untuk makan dan buat kopi. ha ha ha. (Harus ya ada kata-kata “kopi” nya. wk wk wk.)

Topik Tulisan di Blog

Bolak-balik saya menuliskan tentang hal ini, (mencari) topik tulisan di blog. Tadi pagi ketika presentasi saya juga bercerita tentang program (skrip perl) yang saya buat untuk menghasilkan topik (topic generator). Sebetulnya program ini memilih secara random data topik yang saya simpan di dalam database. Jadi sesungguhnya topik-topik tersebut sudah saya buat duluan. ha ha ha.

Rencana saya adalah tiap hari melakukan brainstorming sendiri, mencari topik tulisan dan memasukkannya ke dalam database tersebut. Ternyata ini tidak kejadian. Update database tersebut mungkin saya lakukan beberapa bulan sekali dengan memasukkan beberapa topik sekaligus. Jadi sifatnya batch tidak rutin. Ini buruk.

Ada ide juga untuk membuat sistem yang online, mengajak Anda untuk memasukkan topik ke dalam database tersebut. Tidak susah membuat aplikasi online ini, tetapi ini membutuhkan waktu, yang mana saya justru waktu senggang ini yang tidak saya miliki. Nah, bagaimana jika Anda-Anda menyumbangkan topik-topik tersebut melalui komentar di tulisan ini saja? Jika ada 365 komentar usulan topik, maka itu topik-topik ini bisa digunakan untuk menulis blog selama satu tahun. ha ha ha.

Saya mulai dengan beberapa usulan topik untuk tulisan di blog Anda. Ini dia.

  1. Jika Anda menjadi seekor binatang, binatang apakah Anda? Ceritakan tentang mengapa Anda memilih binatang itu. (Ternyata untuk menjawab ini tidak gampang ya? Jangan-jangan gara-gara sulit untuk menjawab pertanyaan ini maka Anda tidak menulis di blog. ha ha ha. Harus buat topik yang lebih gampang.)
  2. Ceritakan salah satu pengalaman lucu atau aneh yang Anda alami ketika Anda masih sekolah SD. (Saya punya banyak cerita. Salah satunya adalah di SD saya dahulu, kami tiap hari upacara. Bukan hanya hari Senin saja, tapi betul-betul *TIAP HARI*. Tapi seingat saya, itu tidak masalah kok. Tidak menjadi sesuatu yang memberatkan. Hasilnya, kami lebih disiplin.)
  3. Ceritakan tentang salah satu kejadian yang memalukan bagi Anda. (Ini pasti banyak, tapi mosok hal-hal yang memalukan diceritakan di blog??? No way! Next topik! hi hi hi)
  4. … [nanti saya tambahkan lagi]

Nah, sekarang giliran Anda untuk menyumbangkan usulan topik-topik. Mari kita lihat apakah tulisan ini bisa meghasilkan komentar-komentar dengan total topik sampai 365 topik.

Mencari Topik Itu Gampang

Salah satu alasan yang paling banyak digunakan untuk tidak menulis blog adalah kesulitan mencari topik. Bagi saya ini justru yang paling gampang. Yang paling susah adalah mencari waktu untuk menulisnya itu lho.

Untuk membuktikan bahwa mencari topik itu gampang, coba jawab pertanyaan berikut:

  • sebutkan gambar (image) yang ada di pikiran Anda saat ini;
  • apakah Anda mudik (karena 2 hari lagi Lebaran) dan kalau tidak, mengapa?
  • adakah hal yang aneh-aneh atau menarik dalam Lebaran (atau mudik) kali ini?

Ada banyak pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang kemudian dapat dijadikan topik tulisan blog. Sebagai contoh, dari tadi pagi saya masih tetap terbayang gambar yang ada di halaman Google. Ini gambarnya.

mudik-2016-5638818859319296-hp

Ternyata Google mengetahui bahwa orang Indonesia sedang sibuk-sibuknya terima bingkisan (parcel) dan juga mudik. hi hi hi. Lucu juga. Google tahu bahwa banyak orang Indonesia yang menjadi pengguna internet – dan tentunya pengguna Google juga. Makanya mereka membuat gambar ini.

Nah, ini hanya salah satu contoh untuk topik tulisan blog. hi hi hi. (Sekarang lagi musim buat tulisan yang isinya adalah CONTOH, seperti contoh undangan berbuka puasa. he he he.)

Yang menjadi masalah adalah bukan mencari topiknya, tetapi menceritakannya. Story telling. Yang ini masalah terpisah. Komentar singkat saya terhadap hal ini adalah banyak-banyak menulis saja. Lama kelamaan jadi kebiasaan bercerita dan mudah-mudahan makin menarik cara berceritanya.

Resensi Buku: The Snowden Files

Dua minggu lalu, saya dihubungi oleh seorang kawan. Katanya apakah saya bisa mereview sebuah buku. Soal baca buku – dan dikasih buku – tentu saja saya senang. Hanya saja saya belum pernah melakukan resensi buku di muka publik. Tapi, saya terima saya tantangan ini.

Buku yang diajukan adalah, The Snowden Files. Waw. Menarik. Ini buku terkait dengan teknologi dan security. Bidang saya. Semakin okelah. Kemon!

Buku saya terima sehari kemudian dan mulai saya baca dengan cepat. Akhir-akhir ini kecepatan baca saya menurut dengan drastis. Ini justru kesempatan untuk memaksa diri sendiri untuk lebih cepat dalam membaca.

DSC_3100 snowden 1000

Minggu lalu, hari Rabu pagi, acaranya dilakukan. Saya memberikan resensi buku saya. Sementara itu acaranya adalah tentang cybersecurity dan saya malah tidak bicara tentang itu. ha ha ha.

The Snowden Files bercerita tentang kasus Edward Snowden yang menjadi terkenal karena membocorkan rahasia dari NSA, salah satu agen keamanan di Amerika Serikat. NSA dikatakan menyadap negara-negara lain. Terkait dengan dokumen NSA itu ada banyak rahasia-rahasia negara lain. Maka ributlah dunia.

Sebetulnya sudah menjadi rahasia umum (artinya semua orang tahu) bahwa Amerika melakukan penyadapan ke seluruh dunia. Dokumen ini menunjukkan buktinya. Sah! Bahwa memang Amerika melakukan penyadapan terhadap seluruh dunia termasuk sekutunya dan partner dekatnya, Inggris. Seru. Ini partnernya sendiri lho. Termasuk yang juga disadap adalah pimpinan negara Jerman.

Yang membuat Snowden membocorkan dokumen-dokumen NSA ini sebetulnya bukan masalah penyadapan yang dilakukan Amerika terhadap negara lain, tetapi justru penyadapan yang dilakukan oleh Amerika terhadap warga negaranya. Ini merupakan tindakan yang tidak sah secara hukum di Amerika. Snowden sangat terusik dengan hal ini. Inilah yang membuat dia membocorkan dokumen-dokumen NSA yang berisiko tinggi kepada nyawanya.

Indonesia juga disebut secara singkat. Bahwa pak SBY, sebagai presiden saat itu, disadap melalui Australia. Ya begitulah. Ini sempat menjadi keributan di media Indonesia.

Yang menarik dari buku ini adalah cara menceritakannya. Tidak kering. Ceritanya seperti novel. Ini mengingatkan saya akan buku “Take Down: the pursuit of and capture of Kevin Mitnick, America’s Most Wanted Man“, yang bercerita tentang pengejaran hacker juga. Atau “The Cuckoo’s Egg: tracking a spy through the maze of computer espionage” karangan Clifford Stoll, yang menurut saya merupakan salah satu buku kesukaan saya.

Buku yang saya terima merupakan terjemahan. Biasanya saya paling sulit membaca buku terjemahan karena biasanya kualitasnya buruk. Terjemahan buku ini cukup baik sehingga saya bisa menyelesaikan bacaannya dalam waktu satu minggu.

Sangat direkomendasikan.

Sedikit Demi Sedikit

Semalam saya memperbaiki lagi web site saya yang di budi.rahardjo.id. Saya tambahkan beberapa baris tentang presentasi & tulisan-tulisan yang pernah saya buat dan tugas-tugas mahasiswa. Web ini merupakan versi entah-ke-berapa dari web sebelumnya. Web terdahulu banyak sekali informasi dan link-linknya. Yang ini, baru mulai lagi.

Yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini adalah semua  dilakukan sedikit demi sedikit. Sekarang web saya itu masih jauh dari populer. Trafficnya pun masih kecil. (Ini disebabkan karena datanya juga masih sedikit.) Nanti, nantiiii, web ini juga akan tinggi peringkatnya. Harus sabar menambahkan data. Tidak ada yang instan.

Dan tentu saja nanti akan ada orang-orang yang bertanya, bagaimana membuat web yang ramai pengunjung (seperti blog ini)? Jawabannya adalah sedikit demi sedikit.

Buku (Catatan) Teknis

Dalam keseharian  ada banyak hal yang harus saya lakukan, mulai dari menjadi administrator sistem sampai ke programmer. Ditambah lagi, saya sebagai pengguna. Ada beberapa banyak hal yang harus saya kuasai.

Selain membaca manual, saat ini banyak tempat di internet untuk mencari jawaban. Bahkan membuka situs “stackoverflow” sering dianggap sebagai cara standar untuk mencari jawabab, bukan membaca manual. ha ha ha.

Permasalahan saya adalah saya mudah lupa. Jadi, misalnya saya sudah bisa ngoprek database MongoDB kemudian beberapa waktu kemudian saya lupa apa yang saya lakukan. Hanya sekedar untuk membuka database saja saya sudah lupa. Untuk mencari tahu, bisa cari di internet lagi, tetapi ini butuh waktu dan internet yang bagus.

Nampaknya saya harus membuat buku catatan sendiri. Catatan sendiri ini bagusnya juga dibuat tersedia untuk orang lain agak dapat dimanfaatkan juga. Dengan kata lain, saya harus membuat buku. Nah ini dia masalahnya. Saya kebanyakan mikir untuk membuatnya. Misalnya, saat ini saya sedang mencari LaTeX styles yang pas untuk buku saya. Ini lagi baca-baca tanya jawab di internet (tex.stackexchange.com – ha ha ha). Soalnya kalau bukunya jelek juga nggak menarik untuk dibaca diri sendiri.

Sekarang lagi baca manual dari “memoir style”. Mau nulis mesti baca manual dulu. Kelamaan ya?

Jreng ah!

Kotretan

Di luar negeri ada istilah “the back of napkin”, di belakang kertas tissue. Konteksnya begini. Seringkali orang bertemu di kantin atau kafetaria atau restoran untuk membicarakan sebuah prospek bisnis atau penelitian. Nah, mereka membutuhkan kertas untuk corat-coret, tetapi yang ada hanya kertas tissue (napkin). Maka corat-coret dilakukan di sana; in the back of a napkin.

Bongkar-bongkar tumpukan kertas yang mau dibuang, saya menemukan ini.

BR back of napkin

Ini adalah corat-coret saya ketika mendiskusikan pembentukan salah satu start-up saya. Hi hi hi. Beginilah bentuknya. Tidak dibuat formal dalam bentuk materi presentasi atau dokumen yang tercetak rapi. Corat-coret ini dilakukan di kertas yang ada pada saat itu. Meskipun bukan napkin, tapi ini masih satu kategori.

Sudah banyak saya melakukan hal seperti ini. Jadi, ketika kalian memulai usaha (starting up) dan corat-coretnya seperti ini (bukan dalam materi yang rapi), jangan khawatir. Memang banyak orang (sukses) yang melakukannya seperti itu.

Superhero Cyber

Superhero – di komik – muncul karena ketidakmampuan penegak hukum dalam menegakkan keadilan. Maka muncullah orang-orang swasta yang menegakkan hukum sendiri. Vigilante. Tentu saja dalam keadaan normal, hal ini tidak dibenarkan. Tapi, ini kan keadaan abnormal. Maka muncullah superhero.

Dunia maya – cyber – sama seperti dunia nyata. Penegak hukum masih tertatih-tatih dalam menegakkan keadilan di dunia maya. Maka semestinya muncul juga superhero dunia maya. Cyber vigilante.

Saat ini sudah ada beberapa cerita tentang superhero di dunia cyber. Baru-baru ini saya melihat ada film seri yang berjudul Mr. Robot. Saya baru melihat satu episode. Belum tahu episode selanjutnya. Mungkin ada film-film yang sejenis ini.

Sayangnya karakter superhero cyber ini belum dikembangkan secara lebih sempurna seperti halnya karakter para superhero di dunia komik (dan sekarang menjadi film). Nampaknya ini membutuhkan story teller kawakan untuk mengembangkannya.

Atau kita buat yuk? Kita kembangkan karakternya secara keroyokan. Kita jadikan sebuah proyek.

Takut Kreatif

Dalam diskusi bebas di acara CodeMeetUp() tadi siang, terlontar pertanyaan bagaimana membuat tulisan yang baru dan rutin (banyak) di blog. Bagaimana mendapatkan topik untuk bahan tulisan? Bagi saya, pertanyaan-pertanyaan ini terkait dengan kreativitas.

Sebetulnya untuk menjadi kreatif itu mudah. Modalnya hanya mengkhayal. Selain mudah, murah juga. Tidak ada biaya. Masalahnya, kebanyakan orang ragu bahwa dia bisa kreatif. Takut kreatif. Untuk mengatasi takut kreatif ini ada beberapa latihan yang dapat dilakukan. Mari kita coba.

Ambil selembar kertas dan pensil (atau ballpoint juga boleh). Tuliskan sepuluh hal atau obyek yang muncul di kepala kita saat ini. Ayo. Dicoba … Hasilnya seperti apa?

Jika Anda tidak dapat membuat list 10 hal itu, bagaimana mau membuat tulisan di blog. ha ha ha. Saya yakin Anda pasti bisa menuliskan 10 hal tersebut. Ada yang membutuhkan waktu yang singkat, ada yang butuh waktu sedikit lebih lama. Jika Anda lakukan ini setiap hari, maka brainstorming seperti akan menjadi mudah bagi Anda. Tidak percaya? Coba lakukan dalam waktu satu minggu. Nah, yang ini bukan masalah bisa atau tidak. Ini hanya masalah mau atau tidak saja.

Latihan kedua terkait dengan daftar yang Anda buat itu. Perhatikan apakah hal-hal atau obyek-obyek yang Anda tuliskan itu biasa, aneh, atau terkait dengan sebuah situasi (misal Anda di kantor, kemungkinan obyek-obyek yang ada di seputaran Anda yang akan Anda tuliskan). Menurut Anda, apakah hal-hal yang ada di daftar tersebut menarik atau tidak? Latihan selanjutnya – setelah Anda menguasai brainstorming ini untuk beberapa hari – Anda dapat lebih memaksakan diri untuk membuat topik yang bertema tertentu atau justru tidak boleh terkait antara satu hal dengan hal lainnya.

Terlalu Banyak Berencana

Rencana saya pagi ini adalah ingin membuat dokumentasi program twitter crawler yang saya buat. Membuat dokumentasi merupakan pekerjaan yang kurang disukai oleh engineer. Tahu, dokumentasi itu penting, tetapi tetap saja prioritas dari upaya dan daya untuk mendokumentasi itu rendah.

Masalah saya adalah di kepala saya sudah ada rencana mau nulis ini dan itu. Untuk itu dibutuhkan waktu sekian lama. Oke, harus menyiapkan meja. Musik siap. Kopi harus buat dulu. Dan seterusnya. Kebanyakan berencana sehingga waktu yang sesunguhnya digunakan untuk menulis menjadi sedikit. Begitu mikir bahwa waktu menulisnya sedikit, maka mood turun lagi. Wah, males deh. Ngopi dan mendengarkan musik iya, menulis tidak. he he he.

Ngeblog dulu ah … Woles weh …

Ke(tidak)percayaan Kepada Berita Online

Dulunya citizen journalism digembar-gemborkan akan “membunuh” surat kabar konvensional. Akan banyak orang menulis di internet – melalui blog, web site, portal, dan kawan-kawannya – sehingga surat kabar akan mati. Ternyata ini tidak (belum?) terjadi.

Salah satu permasalahan yang muncul adalah ternyata banyak tulisan (berita?) di internet itu yang bohong. Jurnalisme? Wah, nampaknya jauh dari itu.

Lucunya, banyak orang yang terlalu percaya kepada “berita” di internet. Atau lebih tepatnya, mereka mencari “berita” yang sesuai dengan cara pandang mereka dan kemudian inilah yang dipercaya sebagai “kebenaran”. Sementara itu berita yang lain (yang boleh jadi benar atau tidak benar) dianggap sebagai bukan berita.

Jika ini dibiarkan, maka ketidakpercayaan kepada tulisan atau berita online akan terjadi. Untuk membangun kepercayaan itu tidak mudah dan membutuhkan waktu yang lama. Wah.

Mengajari Menulis

Topik presentasi Jum’atan saya kemarin adalah tentang “Tulis Menulis”. Tepatnya mengajari orang untuk menulis. (Materi presentasi saya bereskan dahulu baru kemudian akan saya buat online.)

Sebetulnya apa susahnya mengurutkan huruf-huruf untuk membuat kata? Kan tinggal secara acak saja memilih huruf dari 26 huruf yang tersedia. he he he. (Perlu dicoba nih buat kata-kata yang random.) Setelah jadi kata, tinggal gabung-gabungkan kata tersebut sehingga menjadi kalimat. Terus kalimat-kalimat digabung untuk menjadi paragraf. Jadilah tulisan.

Yang susah itu sebetulnya adalah membuat tulisan yang enak dibaca dan pesan yang ingin disampaikan juga sampai. Nah, ini tidak mudah. Yang ini perlu ilmu dan latihan. Berharap kita langsung bisa itu seperti berharap anak kecil langsung bisa berlari. Sebelum lari, ya merangkak dululah. Habis itu jalan dan kemudian lari.

Kalau dahulu ada banyak hambatan untuk berlatih. Sekarang, ada banyak media untuk melakukan itu. Ngeblog merupakan salah satu cara untuk belajar menulis. Itulah sebabnya saya ngeblog. Untuk belajar menulis.

a i u e o …

Peran Bahasa Indonesia

Barusan membaca secara singkat tentang penelitian terkait dengan bahasa, yaitu bahasa mana yang dominan di dunia internet ini. Tentu saja yang paling dominan adalah bahasa Inggris. Pertanyaannya adalah setelah bahasa Inggris, bahasa apa? Kalau kita ingin belajar bahasa kedua, sebaiknya bahasa apa? [Silahkan baca di sini.]

Yang sedihnya adalah ternyata Bahasa Indonesia tidak termasuk bahasa yang dianggap penting. Setidaknya untuk dunia tulis menulis. Padahal jumlah orang Indonesia yang menggunakan internet sangat besar. Dugaan saya, jumlahnya sudah lebih dari 100 juta orang. Namun memang saya dapat mengerti peran 100 juta orang ini sangat sedikit dalam hal menyebarkan ide melalui tulisan. Orang Indonesia memang jarang membuat tulisan. Eh, ada … status di facebook dan twitter. hi hi hi.

Tulisan orang Indonesia kebanyakan ada di media tertutup dalam grup-grup seperti di WhatsApp, Telegram, BBM, Line, BeeTalk dan seterusnya. Yang begini memang sering tidak masuk hitungan dalam hal komunikasi ide. Seharusnya lebih banyak yang menulis di blog, tapi …

Ya begitulah …

Keseharian

Tadinya saya – dan banyak orang – selalu bertanya-tanya mengapa topik di blog ini tentang keseharian saya, yang menurut saya tidak terlalu menarik. Saya tetap menulis karena untuk menantang diri sendiri saja, bahwa saya mampu menulis setiap hari. Meskipun sekarang kata “setiap hari” itu semakin menjauh dari kenyataan. Setidaknya saya *berusaha* menulis setiap hari.

Sekarang saya sedang membaca buku “to kill a mocking bird”, karangan Harper Lee. Buku ini bercerita tentang keseharian seorang anak. Buku ini dianggap sebuah buku klasik di dunia literatur. Ah, ternyata keseharian pun masih tetap menarik. Ini merupakan sebuah pembenaran mengapa saya menulis tentang keseharian. Nah.