Toko Musik Digital

Mungkin saya adalah salah satu orang entrepreneur musik digital yang agak aneh dan jarang ditemui. Pasalnya saya sudah beberapa kali membuat toko musik digital dan gagal berkembang. Kegagalannya disebabkan karena terlalu cepat – too early – didirikan sehingga pasar (masyarakat) belum siap.

Ketika pertama kali saya berniat membuat toko musik digital, belum ada pembayaran digital (QRIS, Ovo, Gopay, dll.) dan kecepatan internet masih lambat. Jaringan mobile phone pada saat itu baru GPRS dan sangat mahal. Untuk mengunduh (download) satu lagu MP3 berukuran 3MB (sampai dengan 5MB) mungkin membutuhkan waktu harian – kalau tidak putus. Biaya untuk download satu lagu mungkin jatuhnya Rp. 50.000,-. Tidak masuk akal. Maka toko musik digital yang seperti sekarang – bisa download dari internet – belum masuk akal secara biaya di Indonesia. Akhirnya saya membuat toko musik digital yang bersifat fisik, maksudnya ada tokonya dan langsung dibayar pakai uang cash di tempat. Itu toko musik digital saya yang berada di Blitzmegaplex. Namanya Digital Beat Store.

Ternyata biaya operasional untuk menjalankan toko musik digital secara fisik masih lebih besar dibandingkan pendapatannya sehingga setelah beberapa tahun, toko musik digital fisik itu terpaksa kami tutup. Sayang sekali ya. Namun saya tidak putus asa.

Muncul toko musik digital saya yang ketiga, Insan Music Store. Ini menggunakan internet untuk download lagunya karena internet sudah mulai kencang. 3G juga sudah tersedia. Untuk pembayarannya kami menggunakan Mandiri eCash. Sayangnya ecash kemudian disatukan menjadi Link Aja, yang mana kami terpaksa lagi tutup. Tidak ada sistem pembayaran yang murah biaya transaksinya. Bayangkan, kami menjual lagu sebesar Rp. 5.000,- sementara biaya transaksi juga sekitar itu (dan bahkan ada bank yang meminta lebih mahal). Tidak memungkinkan. Akhirnya tutup juga.

Poster Toko Musik Digital “Insan Music Store”

Toko musik digital saya yang ke-4 tetap menggunakan nama Insan Music Store, tetapi kali ini kami mencoba mencatatkan pembayarannya menggunakan blockchain. Berhasil. Secara teknis berhasil. Kami menggunakan stable coin untuk pembayarannya. Hanya saja hal ini belum memungkinkan secara legal di Indonesia. Jadi, secara teknis bisa, secara hukum tidak bisa. Sayang sekali.

Sekarang kami “dipaksa” untuk pivot lagi ke NFT. Toko musik digital saya yang ke-5 kemungkinan menggunakan NFT. Sekarang sedang dikembangkan. Tunggu tanggal mainnya.

Saya dan Rush

Ceritanya setelah lulus dari ITB, saya gamang tentang apa yang mau saya lakukan. Saya ingin sekolah di luar negeri. Tiba-tiba ada tawaran sekolah S2 di Kanada. Tentu saja saya tertarik. Saya tanya, apa syaratnya? Tinggal tanda tangan saja. Ah, lebih menarik lagi. Ha ha ha.

Sebelum penentuan, saya diwawancara dahulu. Salah satu pertanyaannya adalah, “apa yang Anda ketahui tentang Kanada”? Nah … Hayo. Kalau Anda ditanya dengan pertanyaan tersebut, jawabannya apa?

Saya tidak tahu banyak soal Kanada. Setelah berpikir sejenak, saya jawab “RUSH”. Ha ha ha. Bagi yang belum tahu, Rush adalah group band musik (keras) dari Kanada. Ini adalah salah satu supergroup. Ketika masih SMA, ini adalah salah satu grup favorit saya.

Yang mewawancara mesem dan tertawa. You’re accepted katanya. Ha ha ha. Tentu saja ada pertanyaan-pertanyaan lain dan mestinya jawaban saya oke juga sehingga saya diterima, tetapi dalam benak saya ini adalah jawaban yang membuat saya diterima di Kanada. Rush got me into Canada.

Akhirnya saya tinggal di Kanada; sekolah dan bekerja. Yang tadinya berencana tinggal hanya 2 tahun akhirnya menjadi 10 tahun lebih (mendekati 11 tahun). Alhamdulillah.

Terima kasih Rush.

Tulisan ini saya buat dalam rangka untuk mengenang Neil Peart, drummer Rush yang baru meninggal kemarin. May you rest in peace, professor. Neil Peart adalah dummer pilihan drummers. Demikian hebatnya dia. Itulah sebabnya dia mendapat julukan the Professor.

Sudah Lama Ku Tak Menangis

Menangis. Seseorang dapat menangis karena kesedihannya. Orang dapat juga menangis karena bahagia. Menangis katanya juga merupakan obat.

Beruntungkah orang yang tak pernah menangis?

Bagi saya ada beberapa lagu yang membuat saya menangis. Menjadi mellow. Baru kali ini saya mendengarkan lagu dari Payung Teduh dengan serius. Eh, nemu lagu yang aransemennya bagus banget di YouTube. Mendengarkan lagu ini langsung saya menjadi menangis. Menangis karena berterimakasih atas banyak karunia yang saya dapati. (Interpretasi lirik yang berbeda.)

Di hari Jum’at ini, saya bersyukur kepada Allah swt yang telah berbaik hati kepada saya. Ya, Allah, terimalah cinta hambaMu ini.

Update: dan khotbah Jum’at kali ini pun membahas bahwa kita harus banyak-banyak bersyukur atas karunia yang kita terima. Lho, kok bisa pas banget. There’s no such thing as coincidence.

Update lagi: Jadi ingin melanjutkan cerpen Jek and Sar. hi hi hi. Jangan nagih saya soal yang ini ya.

Perjalanan Sejarah Musik Saya

Sebagai kelanjutan dari video sebelumnya – “Siapa Pahlawan Musik Indonesia Pilihanmu” – kali ini kami membuat video tentang perkenalan kami dengan musik. Kami di sini maksudnya adalah personil dari Insan Music Project Band.

Video kali ini adalah tentang latar belakang musik saya. Kapan saya mengenal musik pertama kali? Seingat saya adalah sejak kecil (SD). Pada waktu itu ada banyak saudara yang tinggal di rumah kami. Seperti keluarga-keluarga Indonesia lainnya, orang tua saya menerima keponakan dan saudara-saudara yang ingin sekolah di Bandung. Sejak kecil ada sepupu, om, dan saudara lainnya yang tinggal. Salah satunya sekolah di Seni Rupa ITB. Pada masa itu, mahasiswa menggemari musik yang aneh-aneh. Dalam hal ini  musik Progressive Rock sering diputar. Jadi sejak kecil saya sudah sering mendengar musik dari group Yes, Genesis, Gong, Pink Floyd, dan seterusnya.

Eh, kok malah bercerita di sini. Silahkan simak videonya saja ya. Ini sejarah perjalanan musik saya, yang panjangnya mungkin sama dengan sejarah perjuangan Indonesia sejak jaman Majapahit. ha ha ha.

Dan tentu saja, sebagaimana YouTuber lainnya, kalau suka mohon ikutan berlangganan (subscribe). Ha ha ha. Saya sedang mencoba menguji teori saya, tentang akuisisi pelanggan yang mana saya menargetkan untuk mendapatkan 1000 pelanggan (subscribers) di YouTube. Nampaknya ini akan menjadi cerita tersendiri.

Pahlawan Musik Indonesia

Hari Pahlawan baru saja lewat beberapa hari yang lalu. Pahlawan tidak harus selalu identik dengan senjata dan perang fisik, tetapi dapat juga melakukan “pertempuran” di dunia yang berbeda. Di dunia musikpun ada pahlawan-pahlawannya.

Sehabis latihan band, kami (Insan Music Band) ngobrol-ngobrol. Topik yang kami angkat kali ini adalah tentang “Siapa Pahlawan Musik Indonesia” menurut pendapat masing-masing. Latar belakang yang berbeda – usia, pendidikan, kawan main, tempat tinggal – akan mengusung nama-nama yang berbeda pula. Karena namanya juga ngobrol-ngobrol santai, mohon dimaafkan guyonan kami (disambi makan dan ngopi pula). hi hi hi. Silahkan simak videonya.

Begitulah pahlawan musik Indonesia menurut kami. Kalau saya, sebetulnya ada banyak, tetapi yang melekat di kepala saya adalah Koes Plus. Maklum, saya besar dengan mendengarkan musik Koes Plus (dan progressive rock – ha ha ha).

Jadi, siapa pahlawan musik Indonesia menurut Anda?

Manggung Lagi

Hari Sabtu kemarin (13 Oktober 2018), kami – Insan Music – manggung lagi. Kali ini kami ikut meramaikan acara ITB Ultra Run 170k, yaitu acara lari dari Jakarta ke Bandung (170 Km). Betulan ini lari dari Jakarta ke Bandung. Hanya saja memang ada yang dibagi menjadi beberapa orang, 16 orang dalam satu tim.

Acara musiknya sendiri diadakan di Lapangan Basket kampus Ganesha. Kami kebagian main Sabtu sore pukul 17-an.

DSC_3723 insan music project_0001
Insan Music Project (kiri ke kanan: bass, drums, vokal, vokal+gitar, lead gitar, synthesizer)

Personel kami kali ini adalah Aiep (bass), Reza (drums), Dita (vokal), saya (vokal + gitar), Luqman (lead gitar), dan Fae (synthesizers). Kami membawakan musik genre alternative rock. Lagu pembuka kami adalah “Higher” dari band Creed. Setelah itu dilanjutkan dengan lagu-lagu lain dengan total lima lagu.

DSC_3539 insan music project_0001

Manggung kali ini cukup sukses dan menyenangkan. Sound systemnya juga bagus sehingga mainnya enak. Semoga kami bisa manggung lagi dengan sound system yang bagus lagi. Jreng!

update: ini video teaser habis latihan untuk acara ini.

a day in the life …

Ini bukan tentang lagunya the Beatles, meskipun judulnya sama. Ini adalah tentang keseharian saya. Untuk apa diceritakan ya? Kepo? Ha ha ha. Namanya juga “blog”. Jadi sekali-sekali mencatatan (log) kegiatan sehari-hari. Seperti kegiatan sehari-harinya di pesawat ruang angkasa. Ciyeh.

Okay. Kemarin saya melakukan banyak hal. Catat dulu.

  1. Mewawancarai calon mahasiswa untuk CCE MBA SBM ITB. (Iya, singkatan semua.)
  2. Memberi mentoring entrepreneurship (selama 1 jam saja)
  3. Futsal (1 jam saja juga)
  4. Latihan band bersama BANDOS (Band Dosen ITB)

Itu garis besarnya. Tentu saja ada hal-hal lain. Ternyata sibuk juga saya untuk hari yang tidak saya ramalkan sebagai sibuk. Hmm…

interview CCE MBA SBM ITB

28619378_10155353991686526_2245848601284629566_o
Latihan BANDOS

Bagaimana Membuat Lirik?

Pusing. Mau ngarang lagu. Melodi dapat, lirik gak bisa. Dari dahulu saya paham bahwa saya paling tidak bisa membuat lirik. Bagaimana sih caranya? Apakah ada panduan? Buku? Link?

Saya sudah berusaha untuk membuat tulisan, prosa, puisi, apapun, tetapi kok tetap bloon aja sih? Apa memang tidak ada bakat ya? Mosok skill membuat lirik tidak bisa dipelajari sih?

Atau … memang harus berkolaborasi?

Liburan …

Di tengah-tengah kesibukan, akhirnya saya memutuskan untuk “liburan” singkat. Hari Jum’at kemarin, saya dan anak saya kabur ke Yogyakarta untuk menonton konser musik rock dengan bintang utamanya Dream Theater. Sebetulnya sudah lama saya mengetahui keberadaan konser ini, tetapi memutuskan untuk pergi nontonnya agak mepet karena saya belum tahu skedul kesibukan saya. Begitu ada jeda sedikit, langsung diputuskan berangkat saja.

Awalnya acara ini hanya akan berlangsung satu hari, yaitu tanggal 29 September 2017 saja. Saya lihat tiketnya sudah habis. Eh, ternyata acaranya berlangsung dua hari. Ada tambahan show tanggal 30 September 2017. Akhirnya kami mengambil yang hari kedua itu. Langsung pesan tiket, book pesawat, dan book hotel.

Mengenai pemesanan hotel juga ada hal yang “lucu”. Awalnya acara konser rock ini akan di adakan di pelataran Candi Prambanan. Jadi awalnya kami mencari hotel yang dekat dengan Prambanan. Cari-cari di internet, dapat. Eh, hotelnya sudah penuh. Ya sudah, kami putuskan untuk ambil hotel Victoria (di belakang hotel Ambarukmo) saja. Pesan. Eh, ternyata lokasi konser dipindahkan ke stadiun Kridosono, yang mana ini lebih dekat ke hotel. Ha ha ha. Alhamdulillah. Nampaknya memang rencana menonton kami ini direstui.

Setelah Jum’atan kami pergi ke bandara dan menunggu pesawat. Eh, pesawat delay lebih dari dua jam. Untungnya saya tidak punya acara yang mendesak. Rencananya sih malam itu mau cari makan sate klathak saja. Jadi lumayan sabar menunggu di bandara. Pesawat sampai di Jogja dengan selamat dan kami langsung menuju hotel dengan menggunakan taksi bandara. Untungnya saya baru-baru ini ke Jogja, jadi tahu harus pesan taksinya dimana. Ini tidak terlalu nampak. Not so obvious for travelers.

Sampai di hotel, simpan tas terus langsung cari makan. Sate klathak. Eh, katanya ada yang dekat dengan hotel, yaitu di daerah Nologaten. Kami putuskan untuk jalan kaki saja ke sana. Lumayan juga, 15 menitan lah jalannya (jalan cepat). Sampai kami ke tempat satenya.

P_20170929_190757 pak jede 0001 Sate klathak-nya lumayan enak dan yang penting juga adalah *TIDAK ANTRI*. Di Jogja ini banyak tempat makan yang enak, tapi antrinya luar biasa. Mosok harus antri 1 atau 2 jam untuk makan. P_20170929_191105 0001

Ceritanya masih panjang, tapi yang penting adalah  besoknya nonton konser rock. Dream Theater-nya sendiri manggung jam 9 malam (nanti pada kenyataannya mereka manggung jam 8:30 malam), tetapi saya ingin nonton band-band lokal yang menjadi pembukanya. Jadi saya datang lebih awal.

P_20170930_153733 BR 0001

P_20170930_153802 LR 0001//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

BR-jogjarockarta//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Jreng!

[cerita lainnya menyusul. nanti saya update blog ini.]

Belajar (Sambil Nonton)

Hari Rabu ini (17 Mei 2017) saya berniat untuk hadir di acara ini; Konser Musik dari mas Yockie Suryo Prayogo. [Lihat posternya.] Yang mengisi acaranya bukan hanya mas Yockie sendiri, tapi banyak musisi / penyanyi yang berkualitas. Saya sudah nonton berbagai konsernya. Keren-keren dan tidak membosankan.

18422397_724427514428427_8031676336600894694_o

Biasanya orang nonton konser hanya untuk bersenang-senang, tetapi kalau sama mas Yockie ini kita mau belajar. Dalam beberapa kali pertemuan dengan mas Yockie, umumnya informal sambil ngopi-nopi, saya banyak belajar. Ada banyak seluk beluk industri musik dan kebudayaan yang tidak muncul ke permukaan. Dalam diskusi baru bisa dipahami mengapa demikian. Nah, konser ini merupakan salah satu media untuk belajar.

Saya banyak berharap agar banyak anak muda yang hadir sehingga dunia musik Indonesia dapat lebih maju.

Jreng ah! Sudah beli tiketnya? Saya sudah …

Melupakan Cita-Cita?

Masih ingatkah cita-cita kita ketika kita masih kecil dahulu? Banyak yang cita-citanya sederhana (misal menjadi tukang lotek) atau kompleks (mendaki gunung Himalaya). Namun sayangnya, sesuai dengan bertambahnya usia, kita mulai melupakan cita-cita kita itu. Kenyataan hidup membunuh cita-cita.

Apa cita-cita Anda ketika umur Anda masih belasan tahun? 20-tahunan? 30-tahunan? 40-tahunan? 50-tahunan? 60-tahunan? (Lihat video ini. Cerita perjalanan hidupmu?)

Ayo nyalakan kembali cita-cita kita itu!

Festival Band Alumni ITB 2017

Setelah 3,5 tahun berlalu, festival band alumni ITB ada lagi. Pada fesband yang lalu saya tidak ikutan. Lupa kenapa. Kali ini saya ikutan. Bahkan, saya ikutan di 3 band (dalam dua hari). Sebetulnya saya bisa ikutan di satu kategori lagi, sehingga 4 band dalm 3 hari. Mungkin itu rekor di antara peserta. ha ha ha.

Jum’at malam (3 Feb 2017). Band yang pertama manggung – membuka acara – adalah Band Alumni Elektro ITB. Lagu yang dibawakan adalah (1) Kansas – Carry on Wayward Son dan (2) Cokelat – Bendera. Yang dicari memang lagu yang bernuansa rock! Di festband kali ini memang hanya diberikan kesempatan untuk membawakan dua lagu dengan catatan harus ada minimal satu lagu berbahasa Indonesia atau buatan sendiri.

band-el-fesband-2017-0001
Band Alumni Elektro ITB

16463646_10154979500928749_717606295467438938_o
Waktu check sound. [Sumber Foto: Uut]
Hari Sabtu saya ikutan dua band; Band Dosen ITB (BANDOS) dan Father and Son (berdua dengan anak saya). Bersama BANDOS, kami membawakan lagu (1) Moody’s Mood (versi Brian McKnight) dan (2) Panah Asmara (versi Afgan, bukan Chrisye). Untuk band ini saya hanya bermain gitar dan keyboard, plus  vokal latar saja.

16487800_10208642935735674_8485832120577806802_o-br-keyboard

Di Father and Son, kami membawakan (1) Extreme – More than Words dan (2) Ungu – Tercipta Untukmu. Kami masuk ke kategori IDOL. Memang agak membingungkan karena kami tidak berniat untuk masuk kategori ini. Habis gak ada lagi kategorinya. hi hi hi. Kami membuka sesi IDOL.

16427218_10154224007325778_8744350497478206683_n
Father and Son. Luqman (kiri), saya (kanan). (Sumber Foto: Kadri)

Agak susah juga membuka sesi ini karena konfigurasi sound belum pas. Monitor suara gak bunyi sehingga saya tidak dapat mendengarkan suara saya sendiri. Pas checksound malah lebih asyik.

16473048_10154988901152486_4375659508002605105_n
Checksound – menyanyikan Creed – One Last Breath. (Sumber Foto: Yayo)

Hari Minggu (5 Feb 2017) saya kembali ke Bandung. Phew … Istirahat dulu. Sampai berjumpa di acara musik berikutnya.

Nonton Konser Badai Pasti Berlalu – Jogja

Ini untuk ketiga kalinya saya nonton konser Badai Pasti Berlalu (Plus). Yang pertama, yang di Jakarta. Kemudian dilanjutkan yang di Bandung. Nah, yang di Jogja ini yang ketiga. Di antaranya ada yang di Surabaya dan Malang yang tidak sempat saya tonton. Sebelum yang di Jakarta itu juga sudah ada lagi katanya.

Nonton kali ini saya niatkan lebih banyak untuk potret memotret. Saya minta ijin ke mbak Tiwie agar diperbolehkan memotret. Saya dikasih ID supaya bisa blusukan. Yayyy.

Ke Jogja memang saya niatkan spesifik untuk nonton konser yang dilakukan tanggal 6 Desember November 2016. Itu hari Minggu malam. Wah. Karena saya berangkat dari Bandung dan pesawat dari Bandung adanya sore hari, maka saya berangkat sehari sebelumnya. Daripada nanti pesawat telat dan tidak bisa nonton. Lagian, saya mau lihat juga pas mereka checksound. Maka berangkatlah saya ke Jogja hari Sabtu. (Minggu pagi ada kesempatan jalan-jalan ke Prambanan dulu. hi hi hi.)

dsc_8612-yockie-epic-0001

Hari Minggu siang, saya mampir dulu ke Grand Pacific tempat acara akan dilangsungkan. Di sana sudah ada mas Yockie Suryo Prayogo dan band yang sedang checksound. Mulailah saya mencoba motret sana sini dengan kamera yang saya miliki (hanya Nikon D3100 saja). Saya sendiri tidak berani mengganggu keseriusan mereka. Jadi untuk menegursapa mas Yockie-pun tidak saya lakukan. Saya hanya sampai jam 3-an kalau tidak salah, karena saya mau pulang istirahat dulu bentar (karena tadi ke Prambanan).

Malam sebelum jam 7, saya sudah jalan dari hotel ke Grand Pacific. Hotel yang saya pilihpun yang dekat dengan venue supaya bisa jalan kaki. Sesampainya di sana penonton sudah mulai berdatangan, tetapi artis-artisnya belum ada. Ternyata hanya mas Kadri saja yang sudah ada di tempat. Saya beli kaos plus CD mas Kadri saja.

Nunggu-nggung, akhirnya juga datang para pemain dengan menggunakan bis. Lantas mereka berkumpul di ruang tunggu. (Potret-potret lagi.) Setelah siap, maka dilanjutkan dengan berdoa yang dipimpin oleh Keenan Nasution. Setelah itu jreng!

Maka sibuklah saya memotret sana sini sambil menikmati konsernya. (Jadi pengen beli kamera dan lensa yang lebih bagus lagi euy.)

Dari segi konser, kalau saya urutkan maka yang saya sukai secara musik adalah (1) yang di Jakarta, (2) di Bandung [karena saya jauh dari panggung], (3) yang di Jogja. Tapi kalau acara konsernya yang di Jogja yang lebih berkesan karena saya bisa kluyuran potret memotret. Ini baru pertama kalinya saya diberikan ijin motret konser. hi hi hi.

Oh ya, foto-foto konser ini ada di halaman Facebook saya. [nanti link menyusul]

Ada Band

Entah kenapa sore ini saya tiba-tiba teringat Ada Band. Tadinya nyalain keyboard, entah kenapa main chord2nya lagu “Manusia Bodoh”. Langsung saja saya mendengarkan koleksi lagu-lagu Ada Band. Nyalakan komputer dan search YouTube.

Eh, nemun Rhoma Irama membawakan lagu “Manusia Bodoh”-nya Ada Band. Hadoh! Ha ha ha. Ini dia.

Kalau dilihat di video itu maka banyak pendengar yang bingung. Saya juga. Ha ha ha. Pasalhnya begini. Sebagian besar fans Ada Band adalah anak-anak muda yang mungkin belum pernah tahu siapa itu bang Rhoma Irama. Jarang yang tahu bahwa bang Haji ini adalah the king of Dangdut. Dia adalah profesornya. (Sayang bang Haji lari ke dunia politik. Padahal sudah bagus-bagus di dunia musik itu saja. Sayang juga musik Dangdut tidak berkembang semenjak bang Rhoma Irama tidak terlalu aktif.)  Di video dapat dilihat bahwa anak-anak muda pada bingung. Ha ha ha.

Saya penggemar Ada Band dan termasuk yang bingung. Ha ha ha. Tapi akhirnya saya harus acungi jempol untuk bang Rhoma karena menurut saya berhasil membawakan lagu klasik Ada Band dengan baik.

Kembali ke Ada Band. Saya termasuk penggemar berat mereka, terutama jaman masih ada Krishna Balagita. Bahkan dulu di web site saya ada halaman khusus untuk Ada Band. (Serius!) Saking seriusnya, saya bahkan sempat ketemuan dan makan siang bersama mas Krishna. (Entah dia masih ingat atau nggak. hi hi hi. Sayangnya jaman dahulu belum model selfie.) Link di blog ini pun masih menyisakan tautan ke blog mas Krishna.

Apa kabar Ada Band? Apa kabar Krishna Balagita?