Sebentar, sebentar. Kucek-kucek mata dulu. Tempat ini kok seperti tidak berubah tapi seperti ada yang aneh juga. Melihat ke kiri. Ke kanan. Ah, tidak ada yang berubah. Ini masih tempat yang sama, halaman tetangga.
Perlahan cengkeraman tangan mulai mengendor. Aku masih terduduk di becak tetangga. Tadi itu kenapa sih? Ada cahaya yang berlalu dengan cepat di kiri dan kanan. Mungkin hanya kelelahan dari membaca semalaman? Mungkin mata masih mencoba menyesuaikan diri. Ah itu.
Perlahan aku bangkit dan turun dari becak. Melihat ke sekeliling. Mudah-mudahan tidak ada yang melihat. Eh, nampaknya pak Asep yang biasa jaga malam di sekitar koskosan sudah bangun. Pelan-pelan aku berjalan kembali ke koskosan. Berpapasan dengan pak Asep yang sedang mengaduk kopi.
“Good morning,” kata pak Asep.
Walah. Edun sekali pak Asep ini. Menyapa dalam bahasa Inggris. Aku meringis. Tidak menjawab. Senyum sedikit saja sambil terus ngeloyor ke kamar. Eh, sebentar. Mau iseng ah. Aku kembali lagi menengok ke pak Asep.
“Belajar bahasa Inggris dimana, pak?” tanyaku.
“Excuse me?” kata pak Asep mengagetkanku. Tidak menyangka akan mendapat jawaban seperti itu. Pak Asep terlihat seperti bingung. Bentar, bentar. Ini bingung ketemu bingung.
“Iya, pak. Pak Asep belajar bahasa Inggris dimana?” kuulangi pertanyaanku.
“I am sorry, I don’t understand,” jawab pak Asep dengan wajah yang tulus. Kini aku yang bingung. Ini gimana? Apa aku sedang kena prank, atau gimana nih? Ini apa sih? Dari pada melanjutkan pembicaraan yang tambah bingung, akhirnya kuputuskan untuk berjalan ke depan saja. Membiarkan pak Asep yang masih menatapku dengan pandangan bingung.
Ada warung agak sebelah kanan yang sudah mulai buka. Lapar. Mau beli sesuatu dulu ah. Aku berjalan ke warung sambil tetap memikirkan kejadian barusan. Pasti ada penjelasan yang logis.
Di depan warung, aku terhenyak. Tulisan-tulisan di depan warung terlihat sama, tetapi kok dalam bahasa Inggris. Ada iklan rokok dalam bahasa Inggris. Kemarin rasanya bukan itu deh tulisannya.
“Morning,” ibu penjaga warung menyapa. Aku kaget. Berdiri terdiam. Menatap penjaga warung yang terlihat masih seperti orang Indonesia normal. Dia menatap balik. Heran melihat aku yang terdiam.
“Ada roti, bu?” tanyaku dengan sedikit was-was.
“I am sorry?” jawab si ibu penjaga warung sambil mengerinyitkan dahinya. Lengkaplah sudah kebingunganku.
“Do you have bread?” tanyaku sambil mengingat-ingat pelajaran bahasa Inggris.
“Those are the ones we have,” entengnya jawaban si ibu penjaga warung sambil menunjukkan tumpukan roti buatan “lokal” sambil terus menata barang-barang dagangannya. Kuambil satu roti isi sambil memperhatikan tulisan yang ada di roti itu. Bahasa Inggris. Hmm…
Bentar. Untuk memastikan bahwa ini bukan orang yang mau ngerjain aku, kurogoh dompet. Mau melihat kartu-kartu yang ada di dompet. Mari kita lihat SIM. Kartu kukeluarkan. Wharakadah … tulisannya dalam bahasa Inggris.
Baru kusadari bahwa ini nyata. Semuanya – fisik – masih tetap, tetapi nampaknya orang-orang menggunakan bahasa Inggris. Apakah ini tadi gara-gara becak itu? Dunia apa ini? Harus kucari tahu. Nanti. Sekarang sarapan dulu.
“Coffee, please,” kataku kepada si ibu penjaga warung.
“Coming,” jawabnya sambil mengambil satu sachet kopi. Menggunting ujungnya. Hmm… dalam dunia aneh ini pun kopinya masih kopi gunting. hi hi hi.
[Bagian 1]