Ngalor Ngidul dari Singapura

Selama di Singapura kemarin ada beberapa hal yang menarik bagi saya, termasuk di dalamnya adalah obrolan dengan supir taksi. Sudah lebih dari seminggu saya lepas dari berita, baik berita Indonesia maupun internasional. Maklum, di jalan saya tidak baca koran dan akses Internet sedang terbatas sehingga hanya mengerjakan yang perlu saja. Berita yang saya tangkap hanya yang sepintas muncul di TV kalau sedang terlihat (misal di bandara).

Cerita yang pertama adalah supir taksi yang mengatakan bahwa hubungan Indonesia dan Singapura menjadi tidak harmonis gara-gara urusan pasir (yang di beli dari Indonesia kemudian digunakan untuk memperluas atau memperlebar tanah Singapura). Indonesia tidak memperbolehkan Singapura membeli pasir dari Indonesia. Tentu saja ini tidak menghalangi Singapura. Mereka membeli pasir dari Vietnam. Yang menariknya, kalau beli pasir dari Indonesia harganya 20 (saya lupa satuannya, dollar Sing? untuk berapa banyak?) maka dari Vietnam hanya 15! Hah? Meskipun lebih jauh lokasinya dari Singapura kok harganya bisa lebih murah ya? Ini menunjukkan ketidakefisienan perdagangan Indonesia. (Atau cari margin keuntungan yang lebih besar? Entahlah.) Selain itu buntut lainnya adalah Singapura lebih memilih untuk melakukan investasi di Vietnam daripada di Indonesia. Nah lho. Rasain kita …

Sopir taksi lain cerita hal lain lagi. Dengan tertawa dia mengatakan bahwa di Singapura semua diatur oleh pemerintah. Jika pemerintah mengatakan boleh, barulah Anda boleh melakukannya. Jadi permissive country (?). Semua harus minta ijin atau minta restu. (Jadi ingat rules dari firewall: deny all, allow only listed. Semua tidak boleh, kecuali yang diijinkan.) Namun dengan demikian Singapura menjadi teratur. Benar juga ya? Mungkin memang kultur Asia itu membutuhkan pimpinan yang agak “tangan besi”. Singapura terlalu steril (terlalu kaku), Indonesia terlalu longgar (chaos). Mungkin Malaysia berada di tengah-tengah?

Taksi di Singapore sini tampaknya tidak terlalu mengharap tips. Jadi kalau tagihannya adalah $4.80, maka kalau kita berikan $5.00 akan dikembalikan 20 sen. Dia akan agak terkejut dan senang kalau kita bilang gak usah kembalian (keep the change). Eh, sebetulnya taksi di Indonesia juga begitu kali ya (kecuali taksi di kotaku, Bandung yang tercinta hik hik hik). Secara umum nampaknya tipping tidak lazim (kecuali di hotel besar mungkin). Padahal kalau di North America, justru para pekerja dapat tambahan yang lumayan dari tip itu.

Oh ya, Singapura itu (agak) panas. Banyak-banyak bawa T-shirt. Sekali keluar, habis T-shirt itu dengan keringat. Atau, itu saya saja?

19 pemikiran pada “Ngalor Ngidul dari Singapura

  1. Ya inilah yang saya Suka tentang Indonesia …
    Longgar… fredom ..
    melebihi United States mungkin …..

    cuman ya… agak miskin .. itu saja

  2. Di Australia juga tips tidak menjadi “keharusan” seperti di North America (US + Canada). Terutama dalam konteks restoran, karena waitersnya biasanya tidak bergantung dari tips untuk bayarannya. Lain dengan di North America yg umumnya digaji minimum wage dan bergantung dari tips utk bayarannya.

    Tapi saya selalu memberi tips anyway kalo suka dengan servicenya, terutama di resto bule, yg biasanya tipsnya masuk ke kantong waitersnya. Lain dengan resto asia (chinese) yg biasanya masuk kantong yg punya resto.

  3. Dari obrolan dengan supir taksi blue bird: kembalian 100 perak saja harus dikembalikan, bisa dipecat kalau dilaporkan penumpang.

    Kalau gemah ripah (Bandung) kebalikannya. Saya bilang “ambil kembaliannya”, supirnya malah menjawab “ya iyalah”. Hal-hal semacam ini yang membuat Gemah Ripah panik saat Blue Bird masuk ke Bandung.

  4. blue bird di bandung pa kabarnya pak? kok hik hik hik… pake non blue-bird ya? ato blue bird udah berhasil di singkirkan para supir saingan?

    *dulu anak bdg skrg di jkt*

  5. Gue udah 6 bulan kerja kontrak di singapore, yang gue rasain apa yach…safety aja disini tapi yach itu agak mahal living cost tapi masih worthed n free wifi lumayan banyak dengan speed > 512 kbps, ehm kalu masalah investasi mungkin benar meraka lebih memilih vietnam dari pada indo, tapi kalu masalah IT prof, mereka lebih prefer orang indo rather than vietnam ( apalagi PRT )! Jadi ya 50-50 lah,
    kalu gue amati di salah satu milis indo-sing, makin banyak aja orang indo yang bisa dapetin kerja di singapore dengan gaji $S ( avg. 3-4 times better than in jakarta ) dengan kualifikasi biasa2 aja (like myself ). satu dollar sekitar 5900 rupiah bow…hehehe
    so, that’s the good news, at least kita masih punya peluang lah untuk hidup enak aman dan sentosa di negri orang yang mirip2 negri sendiri dan cuma 1 jam dari jakarta.
    so, untuk IT guys yang udah boring sama jakarta, SG is such a nice escape. promising maybe.

  6. Untuk Hari Sudibyo, ya jelas capek ngalor ngidul. Serius lho. Di Singapura saya banyak jalan. Seharian bisa kilometeran jalan. Dari satu tempat ke bus stop jalan. Dari bus stop ke MRT jalan. Dari MRT ke apartemen / hotel, jalan. Begitu seterusnya. Kaki ini memang terasa gempor … he he he.

  7. Kok cuman ngalor-ngidula saja pak. Kapan ngetan-ngulon-nya pak. Kalau saya sih tinggal di pedalaman, nggak ada taksi. Yang ada cuma pete-pete ( semacam angkot ) yang ngantar sampai rumah juga. Bus malam saja ngantar sampai depan rumah jadi gak perlu ada taksi. Kalau tukang ojek, jumlah nya ratusan dan ada 4 organisasi sesuai warna rompi yaitu merah, kuning, orange, dan biru. Tapi tarif ojek mahal, Rp 1.000,- perkilometer. Uniknya, mereka tidak mangkal tapi keliling mencari penumpang. Lho kok malah ngelantur cerita kampung sendiri. Terimakasih dan salam ekperimen.

  8. Mungkin lebih baik juga kalau daratan Singapura semakin lama semakin menjorok kearah wilayah Indonesia, dengan pasir asal Indonesia. Kan nantinya nyambung dan nggak perlu naik pesawat atau kapal ferry untuk ke Singapore (mengurangi resiko…..) Cukup naik mobil atau sepeda dari Batam…… 🙂 Dan nantinya kapal-kapal internasional yang lewat tidak lagi melalui selat yang ada diantara pulau Batam dan Singapore, tapi lewat selat yang ada diantara Pulau Batam dan Bintan….. iya nggak?

  9. Soal pasir, itu bukan perdagangan. Singapura ‘mengambil’ pasir lebih dari yang tertulis dalam perjanjian alias penyelundupan. Tapi pemegang izin penjual pasir di Riau (yang dibatasi jumlah perusahaannya) itu juga bikin masalah, mereka kongkalingkong menjual ‘lebih’ banyak dari yang di izinkan (penjualan pasir dibatasi dengan pertimbangan lingkungan hidup, Singapura beli pasir kan bukan segerobak atau dua gerobak….he..he). Singapura tahu soal kongkalikong ini, tapi pemerintah nya memilih tutup mata dan tetap membeli pasirnya.

    Tapi heran juga, pasir Vietnam lebih murah. Tandanya, penyelundup pasir Indonesia hebat, sudah terlibat perdagangan ilegal, masih bisa pula mark-up menipu Singapura…:-)

  10. singapore was damn humid. hahahaha! tapi yang bikin seneng: telpon di sana murah meriah! membuat mania ngobrol spt saya seperti berada di surga. yah… begini lah kalo kelamaan hidup di indonesia. nah lho… ngaco yah? hehehe!

  11. Tertarik dg tulisan Pak Budi :”….kultur Asia butuh pimpinan bertangan besi…..”, sy jadi ingat kliping koran Kompas dlm ‘Tajuk Rencana’ 23-02-07 – sy coba salin “…..Tdk ada 1 negarapun yg tdk mempunyai persoalan. India & China jg menghadapi bnyk masalah,…namun mengapa mereka bisa tetap membangun ?
    Ada yg mengingatkan, bhw hal itu berkaitan dg kultur. Pd kita kulturnya lemah. Kita tdk memiliki kultur kerja keras, kerja tuntas, disiplin, hemat, kreatif, inovatif. Kultur kita yg kuat justru mudah menyalahkan, penuh prasangka, iri hati, mudah marah….”
    Sebenarnya sifat2 buruk ada pd semua bangsa, tetapi kehadiran seorang pemimpin bisa mengubah sifat itu, contoh Park Chung hee (Korsel), Lee Kuan Yew. Ia mampu mengubah bangsanya m’jadi bangsa yg penuh disiplin.

  12. Agak heran baca tulisan Bapak Raharjo yang baru beberapa saat menginjak SIngapura. Sampai ada kata-kata “rasain kita” dan kerinduannya akan “pemimpin tangan besi”. Saya sudah lama punya kawan baik orang singapura (tapi saya tetap mengcondemn negaranya yang menghina Indonesia) dan saya tahu kalau jalan-jalan ke tepian pantai singapura betapa sebagian daratan kita sudah berpindah ke nagara asing dengan cara yang tidak adil dan tidak fair (Singapura tahu banget kelemahan sebagian bangsa kita yang mudah disogok dan dipecah belah, dia memanfaatknan itu melakukan segala interaksi bilateral dengan Indonesia baik perdagangan, politik, ekonomi, hukum maupun sosial).
    Bagus sekali kalau dia import pasir dari Vietnam (India, china, atau Bangladesh atau mana saja) biarpun dia bilang cuma seharga 1sen dollar/cubic. Dia itu mau ngeledek kita.
    Kita harus teguh Bumi pertiwi kita tidak bisa dikoyak-koyak dan diperjualbelikan seenakknya. Apakah bangsa kita paham bahwa kita sedang menghadapi ancaman yang sangat berbahaya dari Singapura? Dia sekarang tidak mau membuat perjanjian batas wilayah dengan Indonesia sampai acara reklamasi pantainya selesai (mungkin setelah nempel dengan Batam dan Riau). Setelah itu dia akan ngotot mengukur batas wilayah perairannya sekian meter dari garis pantai yang baru (tidak peduli wilyah NKRI tersorok sampai mepet Jakarta). Hati-hati bangsaku jangan sampi ada “Simpadan Ligitan Ambalat” versi lain.

  13. apa singapore cuma ngambil pasirnya aja???? ini patut dipertanyakan. menurut dosen saya (itb) pasir yang diambil (silika) bisa digunakan untuk membuat silikon (jgn cuma mikir operasi plastik yak), silikon merupakan bahan dasar utama dari hampir semua teknologi yang kita pakai. dan lebih baik daripada germanium (silikon tahan air-makanya ada hp yang tahan air, itu karena bahan dasarnya silikon).
    usul..kayaknya pemerintah RI butuh departemen teknologi, atau komisi penasehat teknologi (macam KPK) yg kerjanya mempelajari perjanjian luar negri ttg segala macam exploitasi alam di indonesia, harus ada yang mengingatkan dan menjaga lebih tepatnya. seperti kebijakan SBY waktu menandatangani kontrak ekspor gas alam ke jepang, waktu itu diberitakan oleh media dengan kesan klo itu suatu keberhasilan. padahal kita kekurangan gas lho, itu krn uda teken kontrak dan kudu menuhi janji kuota gas ke jepang. imbasnya rakyat kita ga kebagian.
    yah saya cuma bisa coment doang, kenyataannya ga ada yg bisa sy lakukan untuk merubah itu semua. sy cuma mahasiswa yg mengejar mimpi dan prihatin akan bangsanya. Kebanyakan dari alumni terutama yang cumlaude pada kerja di perusahaan asing(dijejeli gaji besar) jadi siapa yang peduli indonesia mau jadi gimana.sebenrnya sy juga bingung klo aja ada yg bisa saya lakukan, tapi apa? sy bukan stakeholder, mau demo? hah saya ga percaya lagi sama demo mahasiswa, BBM naik kok malah truk tangki distop ato ngerusak bangunan, BAKAR mobil. itu sih bukan mahasiswa tapi PERUSUH, org kayak gitu ga pantes disebut mahasiswa walaupun mereka pake almamater kampusnya, sy jadi gerah banget klo mrk dibilang mahasiswa. cuma numpang eksis tapi sama sekali ga nyelesein masalah.
    klo aja ada hal yg bisa sy lakukan untuk membantu bangsa ini, sesuatu yang BENAR2 merubah bangsa ini

Tinggalkan komentar