Standar dikembangkan agar orang tidak bingung dan pembuat produk dapat mengembangkan produk yang dapat disambungkan dengan produk lainnya. Itu teorinya. Kenyataannya adalah ada terlalu banyak standar sehingga hasilnya justru bertentangan dengan tujuan awalnya. Ambil contoh tongkat untuk menyalahkan lampu tanda belok di mobil. Itu ada di bagian kiri atau kanan? Kalau salah maka wiper kita yang justru akan menyala, bukan lampu tanda belok.
Sebagai pengguna kendaraan dengan berbagai merek, maka ketika mengemudi saya sering harus membuat mental picture dulu. Tanda belok itu di kiri atau kanan. Kalau sudah jalan kadang juga bingung. Apalagi kalau pakai mobil pinjaman.
Nah, untuk urusan handphone sama saja. Kalau tombol kembali itu di bagian kiri atau kanan? Di handphone LG saya ada di bagian kiri. Tapi ada juga yang di bagian kanan. Jadi kalau menekan tombol saya sering salah. Hal yang sama juga kalau saya mau melihat proses apa saja yang sedang jalan; apakah saya tekan tombolnya lama atau tekan tombolnya dua kali?
Mumet …
heheheh 😀
kalau dalam hal tombol handphone tak begitu parah, coba kalau politisi kita selalu pakai standar ganda yang membingungkan, seisi negeri pasti kasak-kusuk
tergantung kesukaan, setiap orang kan berbeda-beda
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengusulkan pembangunan bandara baru dalam proyek Pembangunan Terpadu Pesisir Ibu Kota Negara atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). Bandara baru ini merupakan penunjang Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng.
baca selengkapnya di http://bit.do/utm-weather-station
standar harusnya ngga membingungkan tapi memudahkan pak..
Maksud hati produsen mungkin agar terlihat berbeda. Tapi jadinya malah membingungkan konsumen 🙂
Kalau saya sering kagok ketika ganti mobil manual ke matic. Pertamanya pasti kaki kiri nginjak rem gara-gara pengen pindah persneling, xixixi…