Tidak Tahukah Kau (17)

Bagi yang pernah membuat proposal pasti tahu betapa sulitnya untuk membuat proposal yang bagus. Tentu saja kalau hanya asal-asalan sih bisa saja. Meskipun bukn perfeksionis, Jek tidak ingin membuat proposal yang asal-asalan. Maka pagi ini dia ingin mengajak Sar untuk menyelesaikan proposal ini. Kemarin mereka sudah janjian untuk bertemu di kampus.

Hari masih pagi ketika Jek menginjakkan kaki ke kampus. Udara cerah dan segar. Menyelipkan earphone di telinga, Jek melangkah menuju ke kantin. Pojokan kantin dengan meja yang agak lebar nampaknya tempat yang sesuai. Tenang.

Jek baru membuka notebooknya ketika handphonenya berdering. Sar.

Jek: udah sampe mana, Sar?
Sar: [serak-serak] Aku gak jadi ke kampus, Jek. Gak enak badan.
Jek: yaaahhh [kecewa]
Sar: habis gimana lagi
Jek: ya udah, gak apa-apa, Sar. Istirahat aja ya. Kasih tahu kalau udah sehat. Biar aku beresin proposal ini.
Sar: sori ya Jek.

Jek menarik nafas. Ayo proposal. It’s between you and me. Mari kita selesaikan masalah kita. Maka tenggelamlah Jek dalam kesibukannya tanpa memperhatikan sekitarnya. Udara pagi yang cerah seharusnya lebih menarik daripada proposal.

Wah rajin. Suara Joko mengagetkan Jek.
Jek: ah elu [sambil kembali memperhatikan huruf-huruf di layar]
Joko: ngapain, Jek?
Jek: beresin proposal. Elu mau ngapain pagi-pagi?
Joko: janjian sama saudara
Baru selesai Joko bicara, datang Mira dengan membawa tas plastik kresek. Menyodorkan ke Joko.
Mira: ini titipan emak
Joko: sip. Thanks ya

Jek sebetulnya ingin bertanya apa isi tas plastik itu tapi dia lebih ingin menyelesaikan proposalnya. Harus selesai. Harus selesai. Harus selesai.

Mira: lagi buat apa? kok serius amat
Jek: ini. proposal. [mata masih tetap fokus di layar]

Joko memeriksa isi tas plastik, sementara Mira menatap kantin kemudian melangkah ke counter kantin. Jek masih mencoba merangkai kata-kata yang pas untuk proposal ini. Tidak perlu hebat. Toh yang baca juga tidak banyak. It’s not a book that will be read by many people. Tapi kalau tidak bagus bagaimana orang mau menyetujui proposal ini? Yah. Secukupnyalah.

Handphone Jek berdering kembali pas ketika Mira datang dengan dua cup kopi di tangannya.

Jek: halo Sar. udah baikan? he he he
Sar: ya belum. emangnya bisa instan. gimana proposalnya?

Mira (sambil menyodorkan cup kopi ke Jek): nih Jek, biar gak ngantuk

Sar: … heh? itu siapa???

Jek (ragu untuk menjawab): Mira …
Sar (nada kepo): ngapain dia di sana?
Jek: gak tahu nih, sama Joko

hening …
hening …
hening …

Sar: ke sini aja deh. kita beresin proposal di sini aja.
Jek: lu nular gak?
Sar (sewot): kalau nular emang napa?
Jek: ya gua mesti divaksin dulu
Sar: jadi mau ke sini gak???
Jek: tapi nanti lu gak istirahat?
Sar: kalau gak mau ya udah
Kalau sudah begini. Jek pasti menyerah.
Jek: oke oke oke … gua ke sana

Jek (ke Joko dan Mira): sori gua harus pergi dulu
Mira: kopinya?
Jek (sambil menutup notebook): buat Jok aja deh.

Jek cepat-cepat kabur. Sebetulnya dia menginginkan kopi itu, tapi nanti kalau dia minum atau dia bawa bakal jadi masalah lagi seperti kasus sandwich waktu itu. Eh, apa iya ya waktu itu sandwich bermasalah? Ah, daripada menebak-nebak, cari yang aman saja. Susah juga punya sahabat yang demanding seperti Sar. Sahabat tentu lebih penting daripada kopi, bukan?

Jek melangkah cepat menuju tempat parkir. Pagi masih cerah. Wish you were here …

 

[Seri tidak tahukah kau: 18, 171615141312, 1110987654321]

8 pemikiran pada “Tidak Tahukah Kau (17)

  1. hahaha, saya suka baca ini Pak Budi,

    jadi inget ngecengin anak TI 2002

    Saya sendiri EL 2002

    si anak TI ini sudah saya kecengin dari sejak SMA, waktu kelas 1 SMA
    kami pernah sekelas….

Tinggalkan komentar