London Trip 2023 – Day 1

Perjalanan dimulai dari apartemen tempat tinggal di Jakarta menuju bandara Soekarno-Hatta. Permasalahannya adalah kami berlima dengan lima koper yang besar-besar. Sebetulnya kopernya tidak besar sekali, tetapi koper-koper ini adalah koper dengan ukuran yang tidak bisa masuk kabin. Koper terpaksa besar karena ada jaket untuk winter (meskipun ini belum masuk winter sungguhan tetapi temperatur sudah sampai 9C) dan sepatu boots. Setengah koper isinya seperti itu. Artinya kami harus mengambil taksi yang cukup untuk kondisi koper yang banyak ini ini. Tambahan lagi, biasanya taksi cukup untuk berempat. Ini kami berlima. Jadi agak nanggung juga.

Setelah mencari informasi dan menelepon customer service dari Blue Bird, akhirnya kami memutuskan untuk mengambil taksi Inova saja. Pada perjalanan sebelumnya (lupa yang mana, rasanya waktu pulang dari Bali) kami pernah mencoba menggunakan taksi Alphard, tetapi ternyata tidak cukup. Awalnya saya masih tetap khawatir dengan pilihan Inova ini, tetapi ternyata ini memang pas sekali. Di tempat duduk tengah, berempat duduk merapat. Berdempet-dempetan. Okelah untuk perjalanan menuju bandara. Biayanya kalau tidak salah 260 ribu Rupiah.

Pemesanan taksi saya lakukan dengan menggunakan aplikasi MyBlueBird. Harganya Rp. 260 ribu. Pas pulangnya nanti – dari bandara kembali ke apartemen – dengan mengambil taksi Blue Bird yang sama, ternyata Rp. 360 ribu. Mungkin karena saya tidak menggunakan aplikasi MyBlueBird? Maklum keluar dari bandara kan agak sedikit ribet / rusuh. Jadi gak sabar untuk menggunakan aplikasi MyBlueBird. Langsung saja ke counter-nya. Ini masih perkiraan kenapa harganya beda. Jadi lebih baik menggunakan aplikasi MyBlueBird. Lumayan beda 100 ribu rupiah.

Kami berangkat dari rumah langsung habis sholat Subuh karena khawatir waktunya yang sangat mepet. Waktu itu Subuh agak “pagi”. Jadi bisa berangkat pukul 6 pagi. Alhamdulillah perjalanan ke bandar lancar dan di bandara bisa langsung check-in. Kami menggunakan Qatar Airways melalui terminal 3 ultimate.

Di bandara Soekarno-Hatta ada mesin-mesin yang membantu check-in secara mandiri (self-service). Boarding pass langsung bisa diprint di mesin ini meskipun sebelumnya boarding pass sudah kami buat via web check-in sehari sebelumnya. Demikian pula untuk bagasi dikerjakan sendiri. Ada mesin yang membantu untuk membuatkan tag yang dilekatkan di koper. Kemudian koper masuk. Kami tinggal langsung jalan melenggang dengan tas bawaan saja.

Imigrasi di bandara Soekarno-Hatta juga sudah canggih menggunakan alat otomatis. (Sayangnya saya tidak memotret karena khawatir tidak boleh memotret.) Passport kita scan sendiri di mesin kemudian kita menghadap ke layar untuk diambil foto wajahnya. Aplikasi kemudian mencocokkan wajah kita dengan foto wajah di passport. Jika cocok, pintu langsung membuka dan kita sudah menyelesaikan proses imigrasi. Sangat mudah dan efisien. Meskipun masih ada glitches. Salah seorang anggota keluarga kami masih harus melakukan imigrasi manual entah kenapa. Padahal pasport dibuat sama juga prosesnya. (Dugaan saya proses verifikasi wajah yang kurang lancar.)

Setelah proses imigrasi kami menuju kedai kopi untuk sarapan dulu. Maklum tadi buru-buru dari rumah sehingga belum sarapan. Asyiknya saya menemukan kopi manual brew (filter coffee) juga di sini. Asyik. Langsung pesan dong. Sarapan dengan cepat dan langsung menuju ke gate untuk pesawat kami. Tidak lama kemudian kami langsung menuju pesawat dan berangkat.

Kami menggunakan maskapai Qatar Airways karena waktunya yang paling cocok dan harganya juga sesuai dengan budget. Penerbangan melalui route Jakarta – Doha (8 jam) dan Doha – London (Heathrow airport) (6 jam). Penerbangan lain beda route dan bahkan ada yang langsung dari Jakarta ke London (tapi jadi tidak melakukan transit). Pilihan Qatar Airways ini juga untuk memastikan bahwa makanannya halal. Supaya tidak pusing-pusing. Ternyata memang jadwal ini yang paling bagus.

Transit di Doha ternyata harus pindah tempat untuk pindah kapal terbang. Repotnya ternyata pas pindah juga harus melalui screening barang-barang lagi. Lah. Jadi butuh waktu. Ternyata waktu yang ada hanya pas-pasan untuk langsung boarding lagi di pesawat berikutnya. Tidak sempat jalan-jalan mengeksplorasi bandara Doha. Okelah nanti pas pulangnya saja.

Sampai di Heathrow airport (London) sudah malam. (Lupa jamnya) Yang membuat kaget bagi saya adalah antrian di imigrasi. Semuanya manual! Saya lihat di ujung sana ada bagian yang memiliki alat seperti yang di Jakarta tapi nampaknya tidak dioperasikan. Jadi ada ratusan orang (mungkin 200 atau bahkan 300? orang yang ngantri). Waduh. Bakalan lama nih. Pekerjanya memang sangat efisien sekali, tetapi memang banyak saja orangnya. Rombongan keluarga dapat diproses secara bersamaan. Berbeda dengan di Singapura, yang memang harus satu persatu. (Tapi di Singapura juga ada mesin scanning passport.)

Setelah beres imigrasi – lupa berapa lama? 1 jam? – kami langsung menuju hotel. Hotel yang kami booking adalah Holiday Inn Express di aiport. Bingung juga. Akhirnya kami jalan ke luar menyusur jalan. Kurang dari 10 menit sudah sampai di hotel. Masalahnya adalah gerimis. Tapi masih bisa dilalui. Besoknya baru tahu ada sky walk (jalan di atas) dari hotel ke terminal 4 Heathrow itu. Tidak kena hujan dan lebih cepat. Ha ha ha. Ternyata selain hotel Holidah Inn ada juga hotel Prime di dekat situ yang bisa pakai skywalk ini juga. (Hotel Prime lebih murah sedikit dibandingkan Holiday Inn, tetapi saya sangat puas dengan Holiday Inn Express ini.)

Hotel Holiday Inn ini memang hotel untuk traveller, tidak terlalu luas ukurannya tetapi sangat bersih. Untuk ukuran hotel airport, saya sangat puas dengan hotel ini. Temperatur AC-nya juga tidak terlalu dingin sehingga kami bisa tidur dengan nyaman. Kesimpulan soal hotel ini, recommended.

Selesai cerita tentang hari (day) 1. Jika nanti ada pembaharuan, kemungkinan sedikit saja.

London Trip 2023

Tadinya saya ingin menuliskan perjalanan saya dan keluarga ke London (dan sekitarnya), tetapi ternyata di perjalanan susah mendapatkan akses internet. Akhirnya tidak jadi menulis apa-apa. Mudah-mudahan saya masih ingat apa saja yang kami lakukan dalam perjalanan ini. Soalnya mungkin pengalaman saya dapat menjadi panduan bagi orang lain yang ingin melakukan perjalanan yang sama.

Sabar. Akan saya tuliskan.

Private Trans

Kemarin saya menggunakan jasa transportasi dari salah satu trans Jakarta Bandung. Ketika memesan, mereka mengatakan bahwa hanya sisa dua tempat duduk; paling belakang dan paling depan (di samping supir). Saya pilih paling belakang.

Ketika saya sampai di tempat trans tersebut ternyata sepi. Bahkan setelah berangkat saya baru tahu bahwa penumpangnya hanya dua orang. Halah? Apa mereka tidak rugi? Langsung saya bisa foya-foya dengan tempat duduk. Saya bisa tidur dengan terlentang.

Memang inilah repotnya menjalankan usaha transportasi yang memperkenankan pelanggan untuk memesan lewat telepon. Kalau batal, pelanggan tinggal menelepon. Nampaknya kejadian semalam ada banyak yang batal atau mengganti skedul. Saya sendiri memajukan skedul dari jam 9 malam ke jam 7 malam.

Saya juga pernah naik transport yang penumpangnya hanya saya sendiri. Wah, ini sih private trans. Meskipun penumpangnya hanya seorang, travel tetap jalan. Ini hebatnya komitmen dari penyedia jasa travel Bandung Jakarta pp. Mudah-mudahan bisnis mereka bisa berlangsung terus.

Suatu Pagi di Jalan Tol

Ketika sebagian orang masih tertidur lelap, kami harus menyusuri jalan tol untuk sekedar sesuap nasi (dan sekantong berlian – ha ha ha).

[diambil dari mobil travel Jakarta – Bandung]

Tidak boleh mengeluh! Inilah Indahnya Indonesia – 3I

This time of the year, some of people I know flew away from their homes. Away from snow, snow, snow… Heading for tropical places. Here I am, in a beautiful place complaining.

Rahasia Kesuksesan Bisnis

Kemarin saya harus pulang ke Bandung pagi hari (karena siangnya ada urusan kuliah dan UAS). Nah, sehari sebelumnya saya telepon jasa travel Bandung-Jakarta. Saya coba Cititrans. Jadwal paling pagi mereka dari Jakarta (di daerah SCBD) adalah jam 5 pagi, tetapi mereka sudah penuh sampai jam 7. Saya coba telepon Transporter, yang juga di SCBD. Ternyata jadwal mereka yang paling pagi adalah 5:30. Langsung saya pesan.

Pada pagi harinya saya berangkat menggunakan jasa Transporter itu. Ternyata penumpangnya adalah … saya sendiri! Satu orang! Tentu saja travel tetap jalan. Saya seperti raja saja di mobil itu. he he he.

Nah, ini yang membuat saya bertanya-tanya. Lokasi Cititrans dan Transporter hanya berbeda 100 meter. Layanan keduanya sama. (Bahkan cenderung Transporter lebih ramah, karena mungkin tidak banyak pelanggannya.) Yang beda mungkin hanya mobilnya. Cititrans menggunakan Elf yang lebih mantap (nagen kata orang Sunda). Sementara Transporter menggunakan Pregio(?) yang terasa agak terguncang kalau jalan bergelombang. Selain itu … saya tidak melihat perbedaan yang mendasar.

Cititrans ramai, bahkan harus menunggu. Sementara Transporter sepi. Apa yang menyebabkan seperti ini ya? Apakah masalah marketing? Atau bagaimana?

Sebetulnya saya tahu rahasianya, tetapi kalau saya ceritakan kepada Anda, dia tidak jadi rahasia lagi dong. Jadi saya simpan saja rahasianya. he he he. (Dasar!)