Jangan Cepat-Cepat Lulus

“Jangan cepat-cepat lulus”, demikianlah saran saya kepada mahasiswa di kelas. Mereka terbelalak. Tidak percaya saya menyarankan demikian. Saran ini ada alasannya.

Pertama, begitu Anda lulus maka akan ada tuntutan ini dan itu dari keluarga dan masyarakat. Tuntutan pertama adalah Anda harus menghasilkan uang. Bagaimana mungkin? Wong baru lulus kok harus menghasilkan uang. Ya, Anda dituntut untuk bekerja yang langsung menghasilkan uang. Ini merupakan tekanan bagi para lulusan. Percayalah.

Salah sendiri cepat-cepat lulus. Semestinya ketika Anda masih jadi mahasiswa Anda sudah mulai mencari pekerjaan. Atau sebetulnya lebih bagus lagi adalah Anda membuat portfolio sehingga pekerjaan yang mencari Anda. Lakukan itu ketika masih menjadi mahasiswa.

Kedua, begitu Anda lulus maka keberadaan Anda di kampus tidak dikehendaki oleh pimpinan atau pengelola kampus. You are not welcome. Apa status Anda? Anda kan bukan mahasiswa? Ngapain luntang lantung di sini. Sana pergi cari kerja. Padahal Anda di kampus ini dalam rangka mencari kerja.

Karena Anda tidak boleh di kampus, maka Anda akan sulit menggunakan fasilitas kampus. Tidak boleh! Padahal kampus adalah tempat yang paling cocok untuk memulai startup company. Lihatlah perusahaan-perusahaan startup yang sukses. Banyak yang dimulai dari kampus.

Maka dari itu, jangan cepat-cepat lulus.

Tetapi ingat juga, Anda harus tetap lulus. Jangan karena berlambat-lambat lulus dan akhirnya malah lupa lulus alias drop out. Wogh.

36 pemikiran pada “Jangan Cepat-Cepat Lulus

  1. Orang terkenal drop out karena perusahaannya sudah besar, duit dah mengalir, waktunya kesita buat ngurusin perusahaan.

    Lah kalau DO duluan, perusahaan masih startup, duit belum ada, gimana mau makan?

  2. pak guru emang yahud deh, idenya briliant hehe…. satu lagi keuntungan lama2 jd mahasiswa, gak didesak nikah hihi

  3. ya klo biaya kuliah dari sendiri sih mungkin bisa suka2 pak,, tapi masalahnya wong biaya kuliah aja masih minta orangtua šŸ˜›

  4. Idenya bagus pak. Daripada lulus cepat tapi belum punya apa2, lebih baik telat *sedikit* asal bisa nambah pengalaman/portofolio. Tapi di lain sisi jangan lulus kelamaaan, atau parahnya DO šŸ˜€

  5. dosen wali saya malah mencegah saya untuk menunda kelulusan. kata beliau lebih cepat lulus lebih baik karena status saya sudah bukan mahasiswa lagi.

  6. nasihat ini cocok pas jaman baheula pak, pas biaya kuliah masih murah (itu juga kadang2 masih nunggak, kudu ngurus penangguhan… he he he), kalau dengan biaya kuliah skrg seh… waduh gak yakin deh

  7. Ya kalau menunda lulus tapi hanya luntang-lantung main games aja sih gak ada untungnya (dan malah rugi). Yang saya maksud adalah masih tetap jadi mahasiswa tapi … sudah cari uang! (dan sekalian nambah portfolio).

    Memangnya kalau sudah lulus itu langsung dapat kerja atau kalau dapat kerjaan uangnya lebih dari mahasiswa gitu? Kalau mau kerja sendiri harus sewa ruangan, sewa internet, bayar listrik, dll. Kalau masih ndompleng jadi mahasiswa kan menjadi lebih murah. Begitu maksudnya šŸ™‚

  8. wah saya ngikutin blas kata-kata bapak diatas. Di tingkat 4 saya sambil ngerjain TA ikutan proyek dosen selama 6 bulan + 1 proyek dgn dosen luar ITB. Duitnya lumayan. Trus pas akhir dari tingkat 4 (tengah semester 9) saya cari kerja dan akhirnya insya Allah sebulan sebelum wisuda April nanti saya sudah ngantor.

    tapi perlu diperhatikan kalau mau cari kerja sewaktu masih mahasiswa, harus tau kapan pasti anda selesai seminar/sidang, dan kapan keluar surat keterangan lulus dari TU Prodi. Soalnya saya pernah sudah mau diproses, ternyata belum selesai tugas akhir dan akhirnya ga jadi šŸ˜¦

  9. Gak juga, Zuck sama Gates DO sebelum perusahaan nya besar, mereka DO karena ingin fokus di perusahaan

    Bukam sebaliknya perusahaan gede baru DO, itu mah easy path…udah kaya baru DO, kalo segampang itu mah gak seru dong

  10. kesindir sekaligus jadi bersyukur…

    tapi hrs siap mental segala rupa juga kalo mau ga cepet lulus
    situasi ga lulus-lulus cobaan paling beratnya jelas lingkungan…….dan..errr,,, tuntutan orang tua pastinya

    yang laen kerja. kita di kampus… yg laen kawin. kita di kampus. yg laen punya anak. kita di kampus. reuni pada ngomongin kerjaan. kita belum nyambung….

    aahhh,,, bodo amat….yg penting punya GOAL…amin

  11. ketika lulus kita memang dituntut cepat kerja. baiknya memang ketika kuliah kita sudah punya skil yag cukup yang dibutuhkan dunia kerja. masalahnya apakah kampus sudah mempersiapkan mahasiswanya untuk ini?

  12. sayangnya saya membaca ini tepat 3 bulan setelah saya dinyatakan lulus. sedikit menyesal sebenarnya. hanya saja saya sangat mengecam para orang tua dan kerabat yang memaksa seorang mahasiswa untuk lulus, sedemikian rupa. kejam, saya pikir,

  13. Coba saya dapat blog ini 15 tahun yang lalu ya… Kenapa saya gak kepikiran dulu ya? Tapi… kalau diingat-ingat lagi memang pada masa itu raksasa korporasi global dan lokal bidang ICT sedang dalam kondisi HYPE. Jadi mereka mencari talenta dari lulusan universitas (ternama). Lulus UI, ITB, TS, UGM dan lainnya sangat gampang dapat kerja. Bahkan belum tamat pun korporasi2 tsb sudah buka counter rekrutmen.

    Beda situasinya sekarang. Korporasi besar itu lebih efisien kalau AKUISISI perusahaan startup yang (biasanya) didirikan oleh mahasiswa-mahasiswa yang punya watak entreprenuer dan kemampuan teknis yang bagus juga dalam menciptakan produk atau jasa inovatif.

    So, Pak Budi, your insight is very valid recently.

    Buat yang masih mahasiswa, ayo ciptakan sesuatu yang punya kegunaan dan manfaat buat orang banyak. Masalah rizki, dia bakal ngikut kok.

  14. Permisi pak, boleh saya copas pernyataan bapak di atas ke dalam tabloid kampus saya? Saya tertarik dengan pernyataan bapak karena sangat inspiratif

Tinggalkan komentar