Update Kernel Linux (dan hal-hal lain yang terkait)

Secara tidak sengaja kernel di komputer Ubuntu saya terupdate. Maksudnya, saya melakukan proses update tanpa sadar bahwa dia juga memasang kernel terbaru (yang ada didistribusi Ubuntu 11.10). Kernel ini 3.0.0. Repotnya, begitu kernel terpasang maka dia menjadi pilihan utama (default selection) ketika komputer dinyalakan.

Komputer saya menggunakan kartu grafis dari Nvidia, tepatnya Nvidia GeForce 9500 GT. Repotnya adalah driver Nviudia untuk kernel terbaru tidak didistribusikan begitu saja oleh Ubuntu. Ini mungkin terkait dengan lisensi Nvidia yang tidak cocok dengan semangat Ubuntu. Artinya saya harus mengambil sendiri drivernya.

Tadinya saya pikir saya bisa menggunakan driver Nvidia yang sudah saya miliki dari konfigurasi sebelumnya, tetapi ternyata dia mengalami kesulitan dalam pemasangannya karena masalah dengan kernel. Konfigurasi makefile yang ada tidak dapat mengenal versi kernel. Duh. Akhirnya setelah ngoprek seharian tidak beres, saya putuskan untuk download drivernya.

Ah, sekalian download kernel linux yang terbaru saja. Saya download kernel 3.2.9 dari http://www.kernel.org. Proses ini juga membutuhkan waktu yang tidak sedikit karena saya download sedikit demi sedikit. Setelah terkumpul, barulah saya lakukan proses perakitan (compile). Ekstrak berkas linux-3.2.9-tar.bz2 di /usr/src.

Tantangan. Saya hampir tidak pernah menyimpan berkas konfigurasi dari kernel lama saya. Jadi dalam merakit kernel yang baru, saya lakukan dari awal. From scratch.  Jalan yang saya lalui adalah jalan yang saya kenal, yaitu dengan menggunakan “make menuconfig”. Pemilihan konfigurasi dilakukan dengan menggunakan menu (dengan curses tepatnya). Untuk setiap menu harus saya hapuskan driver-driver atau fitur yang tidak saya butuhkan. Melelahkan. Lain kali harus saya simpan konfigurasi kernel yang sudah jalan 🙂

Setelah kernel terkonfigurasi, saya rakit dengan menggunakan “make bzImage”. Ini saya lakukan karena saya tidak suka kernel terpasang secara otomatis. Saya suka melakukannya secara manual. Yang saya minta adalah membuat berkas kernel dalam bentuk “bzImage”. Maka komputer patuh dan dia mulai merakit. Cukup lama juga ternyata proses compile di komputer ini. Hasilnya ada di dalam berkas “arch/x86/bzImage”. (Or something like that. Lupa :))

Berikutnya adalah saya harus membuat modules untuk kernel ini. Maka saya lakukan “make modules”. Lagi-lagi komputer bekerja untuk menghasilkan modules. Setelah itu modules saya install, “make install_modules”.

Setelah selesai, maka saya copy “bzImage” itu menjadi “/boot/vmlinuz-3.2.9” dan “System.map” yang ada ke “/boot/System.map-3.2.9”. Setelah itu saya lupa harus apa. Pokoknya harus edit grub2 di /boot/grub. Setelah baca sedikit akhirnya saya hanya perlu melakukan “update-grub”. Beres. Reboot. Maka Linux 3.2.9 ada di pilihan boot.

Langkah selanjutnya adalah memasang driver Nvidia. Berkas yang saya peroleh dari situs Nvidia adalah “NVIDIA-Linux-x86-295.20.run”. Ini juga tadinya hanya menebak karena kartu grafis saya sudah tidak ada lagi dalam daftar driver yang bisa di-download dari situs Nvidia. Halah. Saya jalankan “sh NVIDIA… (dst.)” dan ikuti pilihan. Meskipun ada error, saya paksa saja. Setelah driver terpasang, maka saya reboot lagi.

Ubuntu saya sekarang menggunakan kernel 3.2.9 dengan Nvidia. Phew …

Isi dan Urutan Kontak di Handphone

Bagaimana Anda mengisi nama orang dai daftar kontak handphone Anda? Kalau orang asing, ada nama belakang sehingga entry kontak di handphone diurutkan berdasarkan nama belakang. Kalau di Indonesia bagaimana? Biasanya urutan berdasarkan nama depannya.

Selain hal itu, kadang saya mengingat nama orang bukan nama belakangnya tetapi nama depannya. Jadi, akhirnya yang saya isikan pada “lastname” adalah nama komplit dari orang yang bersangkutan. Atau bahkan yang saya isikan adalah nama yang saya ketahui dari orang yang bersangkutan.

Kadang saya mengisikan tempat kerja sebagai last name dari orang yang bersangkutan. Jadi saya bisa saja menulis: last name = ITB, first name = Budi

Bagaimana dengan Anda?

Mau?

Maicih merupakan fenoma kripik pedas dari Bandung. Awalnya dijualnya juga melalui twitter. Orang harus mencari di mana mobil penjual maicih berada. Sekarang hampir di semua tempat di Bandung menjual kripik ini.

Ada beberapa level. Level 3 merupakan yang paling tidak pedas. Saya sendiri tidak mencobanya karena perut tidak kuat 🙂

Selain maicih sekarang ada beberapa nama kripik pedas lagi. Mau?

Pegawai Toko Buku

Iseng-iseng tadi mampir ke sebuah toko buku. (Sedang berbelanja, belok sebentar.) Saya berani ke toko buku karena sudah tahu ada banyak eBook yang belum saya baca dan belum berani beli buku lagi. Ini hanya sekedar lihat-lihat saja.

Saya perhatikan pegawai toko buku ini berdiri diam saja. Melamun-melamun. Memang toko sedang sepi. Mungkin karena waktunya siang hari dan lebih banyak orang di rumah atau sedang cari makan. Entahlah. Yang menjadi perhatian saya adalah para pegawai toko buku ini. Mengapa mereka bosan ya? Padahal toko buku ini … ya banyak buku 🙂

Maksud saya begini. Saya senang ke toko buku atau ke perpustakaan hanya untuk sekedar melihat-lihat atau browsing buku saja. Betapa senangnya kalau saya punya toko buku. Yang terbayang oleh saya adalah asyiknya bisa baca buku macam-macam. Tidak ada habisnya. Tidak membosankan. Nah, mengapa para pegawai ini tampak bosan ya?

Salah satu dugaan saya adalah para pegawai ini bekerja di toko buku ini bukan karena suka buku, tetapi karena dapat pekerjaan sebagai pegawai saja. Buku mungkin bukan minat (passion) mereka. Jadi bagi mereka ini mungkin tidak ada bedanya dengan dagang buah-buahan atau material. Tidak ada yang menarik. Sekedar bekerja saja. Betapa menyedihkannya. Mereka bekerja tidak dengan suka cita tetapi dengan penuh kebosanan dan mungkin penderitaan. Padahal bagi saya, toko buku tidak pernah membosankan. Mereka semestinya kerja di tempat lain saja yang membuat mereka lebih bahagia.

Hmmm …

Lebih Dari Sekedar Yang Terlihat

Pagi ini saya mendengarkan album Foxtrot dari band Genesis. Entah kenapa pilihan saya jatuh ke album ini.

Lagu pertama dari album itu adalah “Watcher of the skies”. Sebuah lagu yang sangat bagus. Saya sudah mendengarkan lagu ini berkali-kali sejak dari SMP, yang mana itu sekitar 30 tahun yang lalu. Kemudian baru teringat oleh saya bahwa saya sering kali memotret langit, the skies. Wah saya adalah “watcher of the skies”. Saya jadi ingin tahu lebih banyak tentang apa yang diceritakan dalam lagu itu. Maklum, lagu-lagu Genesis yang lama sarat dengan makna. Maka mencarilah saya di internet.

Pencarian saya jatuh ke halaman ini – http://www.songmeanings.net/songs/view/1624/. Di halaman itu ada diskusi mengenai makna dari lagu watcher of the skies. Kebanyakan jatuh ke cerita buku karangan Arthur C. Clarke, “Childhood’s End”. Tidak usah saya ceritakan di sini ya. Silahkan kunjungi halaman di atas.

Yang menarik bagi saya adalah adanya keterangan mengenai sampul album (cover art) dari album Foxtrot tersebut. Ternyata ada banyak cerita di dalam gambar tersebut. Whoa! Lebih dari sekedar yang terlihat. Saya menjadi mengerti mengapa ada fox dan mengapa dia menggunakan baju merah. Ini juga membuat saya mengerti mengapa Peter Gabriel di panggung menggunakan kostum tersebut.

Sayang sekali tidak banyak cover art yang dikerjakan dengan hati seperti itu. Sampul album musik kebanyakan hanya foto sang artis / band. Narsis. He he he. Tidak ada yang salah, tetapi yang seperti ini tidak bertahan lama. Bukan (maha)karya. Album Foxtrot dari Genesis itu sebagai contoh dari album yang sudah lebih dari 30 tahun tetapi masih tetap nikmat untuk didengarkan – dan sekarang juga untuk dilihat!

Opsi Ubah Fonts

Mengapa sebagian besar aplikasi tidak mengijinkan saya menggubah fonts-nya? Padahal salah satu alasan memilih sebuah aplikasi adalah adanya customization untuk mengubah fonts-nya.

Salah satu alasan saya menggunakan seesmic.com (melalui web) sebagai twitter client saya adalah karena saya dapat mengubah tampilannya (baca: fonts) dengan menggunakan userstyles. Sementara itu aplikasi twitter client lainnya (yang bukan web-based) tidak bisa. Aneh juga. Itu hanya contoh salah satu aplikasi saja.

Jadi, kalau Anda membuat aplikasi, tolong berikan opsi untuk mengubah fonts. Kalau tidak, kemungkinan saya tidak akan menggunakan aplikasi Anda. he3. Pake ngancem segala 🙂

Tidak Kenal Menteri

Baru saja saya membaca sepintas tentang seorang menteri Indonesia di sebuah milis. Yang menarik bagi saya adalah saya baru mendengar nama menteri ini. Saya merasa aneh sendiri. Dahulu rasanya saya tahu nama-nama menteri. Bahkan bukan hanya namanya saja, tetapi sebagai menteri apa. Sekarang? Saya tidak tahu.

Mungkin ini disebabkan oleh karena banyaknya jumlah menteri? Atau karena saya tidak mau tahu? Mungkin yang terakhir itu. Mungkin saya merasa bahwa nama-nama menteri itu tidak penting sehingga tidak perlu dihafal. Jangankan untuk dihafal, untuk sekedar tahu pun tidak ada daya tariknya. Keberadaan mereka gak ngaruh.

Bagaimana dengan Anda? Tahukah Anda nama-nama menteri sekarang?

Pindah Kontak Antar Handphone

Sudah lama saya harus ganti handphone tetapi belum melakukannya. Masalahnya saya sudah memiliki banyak kontak di handphone yang lama dan malas untuk memindahkannya ke handphone yang baru. Saya membutuhkan layanan untuk memindahkan kontak dari satu handphone ke handphone lainnya.

Hari ini saya ke BEC dan mencari layanan yang saya maksudkan. Ternyata tidak mudah. Tidak semua toko penjual handphone bisa melakukan hal itu. Tambahan lagi handphone yang saya gunakan berbeda merek, yang lama adalah Sony Ericsson dan yang baru adalah Nokia. Ternyata ini merupakan masalah tersendiri.

Setelah tanya ke sana ke sini akhirnya saya menemukan toko yang mampu melakukannya. Hanya saja biayanya Rp. 75 ribu. Daripada saya harus memindahkan ratusan nomor secara manual, saya putuskan untuk menggunakan layanan itu. Akhirnya semua kontak terpindahkan dan saya bisa menggunakan handphone baru.

Visualisasi Alien

Baru saja nonton film yang ada makhluk ruang angkasa (alien). Kenapa bentuk dari alien itu dibuat serem ya? Complicated. Seperti benda kuno, berbatuan 🙂  Atau seperti Homer Simpson dengan baju baja.  Kenapa tidak dibuat yang ngganteng saja ya?

Kemudian pesawat ruang angkasa juga dibuat seperti kuno. Padahal mungkin bentuknya lebih moderen dari pada yang kita miliki. Clean. Sederhana. Zen. Mungkin user interface-nya seperti iPod gitu? Atau iPhone? he he he.

Dari semua yang ada mungkin Startrek (dari mulai film seri-nya sampai film-nya) yang paling manusiawi visualisasi aliennya – termasuk visualisasi pesawat ruang angkasanya.

Budi Belajar Menulis

Ternyata menulis dengan menggunakan tablet tidak mudah 🙂  Dikira karena sudah bisa menulis di kertas kemudian dengan mudahnya menulis di tablet. Salah besar. Tulisan jadi jelek seperti anak-anak yang sedang belajar menulis. Makanya jangan marahin anak-anak yang tulisannya jelek karena mereka masih belajar. he he he.

Apa ada aplikasi iPad untuk belajar menulis?

Seperti halnya anak-anak yang kita minta untuk terus belajar menulis, nampaknya saya juga harus belajar menulis setiap hari ya? Pemanfaatan teknologi baru pun harus dimulai dengan belajar. Yuk mari.

Budi belajar menulis …

Mediocrity

Menjelang akhir tahun saya mau ikut-ikutan berkontemplasi. Merenung sejenak. Entah apa yang dipikirkan sebetulnya. Ah ada. Sebetulnya ada satu topik yang ingin saya bahas (dan entah apa hubungannya dengan kontemplasi akhir tahun).

Mediocrity. Saya tidak tahu terjemahan yang pas dari istilah ini. Mungkin terjemahannya adalah “cukup puas dengan pas-pasan”?

Banyak orang yang terlalu puas dengan “karyanya” yang pas-pasan. Yang disebut “karya” di sini bisa berbentuk tugas sekolah (kuliah), tugas akhir / thesis / disertasi, pekerjaan, sampai ke karya yang memang ingin kita buat tanpa disuruh oleh orang lain. Terlalu puas yang saya maksudkan itu adalah mengerjakan seadanya saja. Tidak ada upaya untuk membuatnya menjadi luar biasa. Excellent.

Tadi saya ke kedai kopi. Dari segi nama, sudah bagus tetapi dari dekorasi di dalamnya sebetulnya bisa ditambahkan lagi dengan foto / lukisan yang sesuai dengan namanya. Sayangnya ini tidak. (Padahal makanannya juga lumayan oke juga.) Entah mungkin karena sudah merasa puas atau karena tidak ada budget-nya, maka kesan yang ada adalah secukupnya. Padahal kita ke kedai kopi bukan hanya mencari kopinya tetapi juga mencari suasana dan experience-nya.

Lawan dari hal ini adalah perfectionist. Sayangnya, perfectionist juga tidak bagus karena menunggu sempurna seringkali karya tidak dihasilkan. Tidak ada yang sempurna. Karya harus tetap jadi.

Janganlah melakukan sesuatu hanya pas-pasan saja. Buatlah karya yang luar biasa!

(my) Apple ][

Saya sedang membaca buku biografi Steve Jobs di iPad. Membacanya lambat-lambat. Sekarang baru sampai pada bagian yang membahas tentang Apple ][. (Sengaja memang saya menggunakan “][” bukan “II” karena memang di komputernya yang digunakan adalah “][“.) Ada fotonya.

Ah, ini mengingatkan saya akan komputer pertama yang saya beli, Apple ][. Ada cerita di belakangnya.

Sejak lama sekali saya ingin punya gitar listrik. Pada waktu itu tidak banyak tempat yang menjual gitar listrik. Harganya pun mahal. Jadi, ketika saya diajak untuk pergi ke Singapore, saya membawa uang tabungan saya dengan rencana untuk membeli gitar listrik.

Di hotel saya pamitan ke ibu saya. Saya bilang saya mau beli gitar. Berjalanlah saya. Lupa saya ini di daerah mana. Di tengah perjalanan saya melihat ada toko komputer. Sebelumnya memang saya sudah membaca tentang komputer Apple ini melalui majalah bekas yang saya beli di samping Cikapundung. Beloklah saya ke toko komputer itu. Satu dan lain hal, saya pulang ke hotel dengan membawa komputer Apple ][ asli. Maka dimulailah kesukaan saya dengan Apple dan komputer secara umum.

Bacaan Liburan

Mau tahu bacaan saya “liburan” ini? Lihat foto di bawah ini.

Itu adalah tumpukan 80 makalah dengan topik security. Saya harus memberi nilai sebelum tanggal 9 Januari. Hadoh!

Beginilah tugas dosen. Mahasiswa liburan bisa santai. Nah ini, dosennya gak bisa liburan. Hik hik hik

Kesulitan Startup Hardware

Beberapa waktu yang lalu ada yang bertanya kepada saya, apa kesulitan yang dihadapi oleh perusahaan (atau kalau kita memulai usaha – starting up) yang bergerak di bidang hardware (baca elektronik). Menurut saya ada tiga masalah (1) sumber daya manusia (SDM), (2) biaya untuk manufakturing (dalam skala besar), dan (3) masalah distribusi produk.

Yang pertama adalah soal SDM. Saat ini susah sekali untuk mendapatkan SDM bagus di bidang hardware / elektronik. Sebagai contoh, di perguruan tinggi kebanyakan mahasiswa memilih informatika (computer science) dibandingkan elektro. Bahkan di dalam elektro sendiri, banyak mahasiswa yang akhirnya tugas akhirnya menjadi pemrograman web atau sejenisnya.

Pernah saya tanya kepada mahasiswa saya (kebetulan saya dosen di Teknik Elektro), mengapa dia mengambil topik tugas akhir pemrograman. Alasan sang mahasiswa adalah programming lebih mudah dibandingkan membuat hardware. Saya bilang bahwa itu karena programming yang dia lakukan bukan programming yang sesungguhnya (hanya main-main). Serious programming sama sukarnya dengan membuat rangkaian.

Singkat kata, hardware dianggap lebih susah sehingga tidak banyak orang yang mau menekuni itu. Sebagai perusahaan, apa lagi startup, kita tentu saja harus harus mendapatkan orang hardware yang bagus. Lebih susah lagi. Susah mendapatkan SDM hardware.

Biaya yang lebih mahal. Untuk membuat produk software, modalnya hanya komputer saja. Sementara untuk membuat produk hardware ada bahan baku (komponen) yang harus dibeli. Salah sedikit, harus keluar uang lagi untuk beli komponen. Akibatnya, untuk membuat prototype saja harus keluar uang banyak.

Katakanlah kita sudah berhasil membuat sebuah produk yang bagus. Untuk membuat produksi dalam skala besar ternyata menjadi masalah selanjutnya. Misalnya, ada yang minta dibuatkan perangkat dalam jumlah 100.000. Kita belum sanggup membuat produk hardware dengan skala yang besar. Biasanya untuk hal seperti ini kita outsource ke perusahaan di Cina. Selain mereka memiliki sistem manufakturing yang bagus, harganya juga menjadi lebih murah.

Distribusi produk. Adanya internet membuat produk software menjadi sangat murah untuk didistribusikan. (Hampir) zero cost. Sementara untuk menjual produk hardware, ada benda fisik yang harus dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Ada biaya – dan kadang mahal juga. Distribusi produk hardware merupakan hambatan tersendiri yang membuat startup hardware menjadi susah.

Selain ketiga hal di atas masih ada tantangan lain bagi perusahaan yang bergerak di bidang hardware, tetapi tiga di atas menurut saya merupakan hal yang terberat. Selain tantangan tentu saja ada banyak hal juga yang membuat startup di hardware menarik, yaitu … tidak banyak saingan (karena jarang yang mau). Jadi, tertarik untuk membuat startup hardware?